Jakarta, (Antara) - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berharap revisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan menguatkan upaya pencegahan aksi teror dan memungkinkan adanya tindakan hukum terhadap berbagai perilaku yang mengarah pada aksi teror.
"Dalam UU ini, kami menghendaki masalah pencegahan harus terakomodir supaya ada kegiatan yang betul-betul sistematis dan komprehensif untuk mencegah," kata Jenderal Tito di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Jakarta Timur.
Selain payung hukum yang berfungsi sebagai upaya pencegahan, katanya, penerapan program rehabilitasi juga perlu diatur untuk pihak-pihak yang sudah terpengaruh oleh pemikiran yang radikal.
"Ketiga, kami menghendaki kriminalisasi sejumlah perbuatan awal terorisme," katanya.
Perbuatan awal ini diantaranya termasuk sejumlah pelatihan militer yang kerap diadakan kelompok teroris sebelum melakukan aksi teror.
Ia mengatakan selama ini Polri tidak bisa menangkap orang-orang yang ikut serta dalam pelatihan tersebut sebelum mereka terbukti telah melakukan aksi teror.
"Kalau mereka menggunakan senjata kayu, airsoftgun, kami tidak bisa tangkap mereka. Mereka naik ke gunung, latihan kamping, padahal sebetulnya niat kegiatan kamping itu bagian dari menuju operasi serangan teror. Nah harusnya itu bisa dikriminalisasi atau ditindak. Banyak hal yang harus dikriminalisasi sebelum peristiwa teror terjadi," katanya.
Selain itu, orang yang terindikasi masuk jaringan teroris seharusnya bisa ditindak.
"Contoh lainnya, setelah memetakan organisasi teroris, siapapun yang masuk organisasi itu sepanjang bisa dibuktikan kalau dia masuk organisasi itu, dia bisa dipidana. Itu otomatis kami powerful menangani kasus terorisme," katanya.
Pihaknya berharap RUU Terorisme bisa segera diselesaikan dan diundangkan agar dapat menjadi payung hukum bagi Polri dalam menjaga kondisi keamanan negara.
"Harapannya RUU terorisme cepat diselesaikan dan kemudian cepat diundangkan agar keamanan nasional terjamin," katanya.