Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengakui melanggar kode etik hakim MK.
"Terus terang saya terlalu dekat dengan Pak Kamal. Saya tidak menaruh
curiga apa-apa karena dari awal kami tidak pernah bicara hadiah atau
janji. Kalau kode etik memang tidak pas, saya akui saya salah. Saya
minta maaf kepada MK, bangsa Indonesia, pasti saya punya kelemahan, tapi
saya mencoba menjaga," kata Patrialis dalam sidang pemeriksaan terdakwa
di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini, Patrialis didakwa menerima menerima 70 ribu dolar
AS (sekitar Rp966 juta), Rp4,043 juta dan dijanjikan akan menerima Rp2
miliar dari "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) dari PT Impexindo
Pratama Basuki Hariman dan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny
melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/
PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
Kamaludin adalah orang yang sudah dikenal Patrialis sejak 1996 dan
juga teman main golf Patrialis. Sebelumnya Kamaludin mengakui memberikan
10 ribu dolar AS kepada Patrialis sebagai bagian dari uang yang
dibeirkan Basuki.
"Keluarga saya itu hancur karena kasus ini, kasihan mereka mereka
mendapat fitnah luar biasa apalagi saya ditangkap KPK, tapi mereka tetap
memberikan support ke kami bahkan anak saya berhenti bekerja, tidak mau
bekerja lagi karena katanya mau bantu papa semua. Jadi tiap hari mereka
memikirkan saya," ungkap Patrialis.
Ia juga mengatakan bahwa istri tidak lagi menghadiri pengajian yang
biasa dihadiri pasca kasus itu terungkap dalam OTT pada Januari 2017
lalu.
"Sekarang kakak, adik, saudara semua jadi susah gara-gara masalah
ini. Saya selalu minta istigfar ke Allah, selama ajal belum di
tenggorokan masih ada ampunan," tambah Patrialis.
Ia mengaku tidak punya maksud untuk menerima uang tersebut.
"Saya sama sekali tidak ada maksud menerima uang. Mungkin saya
khilaf, kok bisa saya terima uang dari Pak Kamal? Saya mohon agar yang
mulia dapat mengakhiri penderitaan saya," ungkap Patrialis.
Patrialis juga mempertanyakan kenapa jaksa penuntut umum KPK tidak menghadirkan hakim MK sebagai saksi.
"Kenapa hakim MK tidak didatangkan sebagai saksi? BAP-nya 9 orang
sudah lengkap. Bahkan setelah saya dalami keterangan hakim MK semua
tegas menyatakan bahwa dalam judicial review telah menempuh prosedur dan
mekanisme yang sudah ada di MK," kata Patrialis.
Menurut Patrialis, hakim MK dapat menjelaskan bahwa mereka independen
dan tidak bisa memaksakan kehendak dan pikiran kepada hakim lain.
"Disenting itu normal. Contoh dalam uji materi UU Peternakan, semula
mengabulkan tapi dibahas kembali dan semua menolak. Hakim menyatakan
putusan tidak ada kaitan orang pribadi, tapi untuk kepentingan bangsa
dan negara. Pertimbangan hukumnya telah mengakomodir, amar putusan
berasal dari Pak Ketua dan pembahassn draft bisa saja berubah selama
sebelum diucapkan," ungkap Patrialis.
Menanggapi hal itu, ketua majelis hakim Nawawi Pamolango menyatakan bahwa menghadirkan saksi adalah kewenangan JPU.
"Itulah konsepsi jaksa, dalam pandangan mereka harus kita artikan
mereka tidak memerlukan pembuktian. Kami kan sudah persilahkan anda
untuk menghadirkan saksi ad e charge, kalau perlu menghadirkan hakim MK
sebagai saksi yang meringankan," kata hakim Nawawi.
Terkait perkara ini, Basuki sudah dituntut 11 tahun penjara ditambah
denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan sedangkan Ng Fenny dituntut
selama 10,5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 3
bulan kurungan.
Sidang tuntutan untuk Patrialis akan dilangsungkan pada Senin, 14 Agustus 2017.
Patrialis akui langgar kode etik hakim MK
Senin, 7 Agustus 2017 21:50 WIB