Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap
memeriksa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I
Putu Gede Ary Suta sebagai saksi dalam penyidikan kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka
Syafruddin Arsyad Temenggung terkait dengan kasus korupsi pemberian
Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank
Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004 sehubungan dengan
pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN, kata
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Selain memeriksa Putu Gede, KPK juga akan memeriksa dua saksi
lainnya dalam kasus yang sama untuk tersangka Syafruddin Temenggung,
yakni mantan Presiden Komisaris dan Direktur Keuangan PT Gajah Tunggal
Mulyati Gozali dan satu saksi bernama Ruchjat Kosasih.
Sebelumnya, KPK pada Senin (6/11) dijadwalkan memeriksa pemilik
Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih
Nursalim sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
Namun, dua saksi yang berada di Singapura itu tidak memenuhi pemanggilan ketiga kalinya dari KPK tersebut.
KPK pun akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan otoritas di Singapura.
"Banyak alternatif harus kami pertimbangkan nanti saya kira. Apakah
koordinasi lebih lanjut dengan otoritas di Singapura atau pencarian
bukti-bukti yang lain," Febri.
Sjamsul merupakan pemilik BDNI dan perusahaan ban PT Gajah Tunggal
dan sudah lari ke luar negeri. Dia terakhir kali diketahui berada di
Singapura di rumah duka Mount Vernon Parlour saat melayat pengusaha Liem
Sioe Liong alias Sudono Salim pada 18 Juni 2012.
Sebelumnya, berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI kerugian keuangan negara kasus indikasi korupsi
terkait penerbitan SKL terhadap BDNI sebesar Rp4,58 triliun.
KPK telah menerima hasil Audit investigatif itu tertanggal 25
Agustus 2017 yang dilakukan BPK terkait dengan perhitungan kerugian
negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang
saham pengendali BDNI pada tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan
kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58
triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada
BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Dari hasil audit investigatif BPK itu disimpulkan adanya indikasi
penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu SKL tetap diberikan
walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan.
Nilai Rp4,8 triliun itu terdiri atas Rp1,1 triliun yang dinilai
"suistanable" dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7
triliun tidak dilakukan pembahasan dalam restukturisasi yang menjadi
kewajiban obligor yang belum ditagihkan.
KPK periksa mantan kepala BPPN kasus BLBI
Kamis, 9 November 2017 12:19 WIB