Gorontalo, (Antaranews Gorontalo) - Seorang mubaliqh di Provinsi Gorontalo, Ustadz Iqbal Pakaya, mengatakan, sedekah adalah perbuatan mulia seorang umat Islam kepada umat lainnya.
Sedekah juga bisa diartikan sebagai pemberian dari seseorang yang berkemampuan kepada orang lain atau saudaranya yang kurang mampu.
Sementara pada bulan Ramadhan, sedekah menjadi ibadah mulia atau salah satu amaliyah yang mendatangkan seribu pahala bagi yang melaksanakannya.
Ustadz Iqbal merinci, ada perbedaan signifikan antara sedekah, zakat dan infaq yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan.
Sedekah dimaknai sebagai pemberian yang tidak terikat dan jumlahnya pun tidak diatur. "Terserah berapapun yang ikhlas diberikan seseorang yang berkemampuan kepada orang lain atau fakir miskin," katanya.
Sementara Zakat merupakan pemberian yang diatur sesuai hukum Islam, misalnya zakat mal diberikan sesuai haul atau nisabnya disesuaikan dengan besaran harta yang dimiliki.
Sedangkan zakat fitrah, adalah zakat yang harus ditunaikan bagi setiap umat Islam yang telah memiliki kemampuan untuk menunaikannya.
Zakat fitrah adalah zakat wajib yang harus dikeluarkan sekali setahun yaitu saat Ramadhan atau menjelang Idul Fitri. "Itulah yang menjadi pembeda zakat fitrah dengan zakat lainnya," kata Iqbal.
Ia menjelaskan, zakat fitrah bermakna menyucikan harta, karena dalam setiap harta manusia ada sebagian hak orang lain.
"Tidak ada suatu alasan pun bagi seorang hamba Allah yang beriman untuk tidak menunaikan zakat fitrah karena telah diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka atau budak, anak kecil atau orang dewasa, dan telah disepakati para ulama," ujarnya.
Untuk membayar zakat fitrah, yang besarannya diumumkan pemerintah, maka setiap umat yang akan menunaikannya, harus membaca niat "Nawaitu an uhrija zakat fitri anna wa `an jami`i maa yalzamuni nafqu tuhun syiar a`an far dzolillahi ta`ala".
Artinya, "Saya niat mengeluarkan zakat atas diri saya dan atas sekalian yang saya wajibkan memberi nafkah pada mereka secara syari`at, fardhu karena Allah Ta`ala."
Sementara itu, pandangan Al Ustadz Iqbal Pakaya, tentang sedekah dalam politik, ia mengatakan, adalah hal yang dibolehkan selama menggunakan politik untuk kepentingan agama, namun bukan menggunakan agama untuk kepentingan politik.
Mengutip kalimat Fazlul Rahman, seorang politikus Islam dari Mesir kata Ustadz Iqbal, "bahkan seni dalam demokrasi adalah kontroversi, sebab dengan kontroversi itulah kita bisa mengukur diri kita dan orang yang membenci kontroversi adalah orang yang tidak mau berkembang".
Maka politik Islam sangat penting, namun Islam dalam politik, tidak dibolehkan. Artinya, menggunakan kekuatan agama dalam politik tidak diperbolehkan, namun politik Islam dibolehkan, seperti menggunakan seluruh ormas, aliran atau paham untuk kepentingan membesarkan Islam, sangat dibolehkan.
Sedekah politik menurut pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gorontalo Utara, Ustadz Sukri Bobihoe mengatakan, ada lembaga resmi pemerintah untuk menyalurkan zakat, infaq maupun sedekah.
Maka sebaiknya, para kontestan peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, secara bijaksana memanfaatkan lembaga itu yaitu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di Gorontalo Utara, untuk menyalurkan zakat, infaq dan sededah.
Ustadz Sukri mengatakan, sedekah adalah pemberian harta individu atau harta keluarga yang sebaiknya dikeluarkan apalagi dalam momentum bulan Ramadhan ini, maka sedekah sesuai rujukan Al Quran dalam surat At Taubah ayat 60, menjelaskan tentang zakat mal dan zakat fitrah.
Zakat fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan dan zakat mal dikeluarkan oleh orang yang memiliki kemampuan harta.
Bicara tentang sedekah dalam politik, kata Ustadz Sukri, MUI tidak melarangnya, apalagi sedekah hukumnya wajib di bulan Ramadhan, sebab ada waktu khusus bagi setiap umat Islam, yang disebut "Syahrul Jud", artinya waktu keikhlasan yang merupakan waktu untuk mengeluarkan hartanya.
Dalam pandangan MUI, kata dia, sedekah terdiri dari beberapa bentuk, baik barang dan niat.
Yang pasti, setiap muslim tidak bisa dibatasi dalam mengeluarkan sedekah, bahkan bagi MUI adalah bukan suatu persoalan jika seorang kontestan Pilkada, baik calon bupati maupun calon wakil bupati untuk mengeluarkan sedekah, baik zakat maupun infaq.
"Sebab semuanya tergantung niat, apakah memberi karena Allah ataukah memberi karena ada maksud-maksud politik yang secara aturan memang dibatasi," ujarnya.
Mengeluarkan sedekah, bagi siapa saja dibolehkan dan tidak boleh dilarang.
Sehingga, ada lembaga-lembaga resmi untuk menitipkan amanah, agar niat para kontestan Pilkada benar-benar tersalurkan dengan baik dan terhindar dari jerat hukum, jika niatnya sedekah untuk kepentingan politik.
Ustadz Sukri menjelaskan, hasil Musyawarah Nasional (Munas) ke-6 tahun 2000, juga termaktub dalam pedoman tentang fatwa MUI tahun 1975 edisi terbaru sampai sekarang.
"Bahwa MUI mengeluarkan fatwa, tidak ada larangan bagi umat untuk mengeluarkan sedekah tapi niatnya "Lillahita`ala" atau tidak ada unsur-unsur yang lain. Selagi niatnya untuk meringankan para yang berhak menerima, maka tidak menjadi persoalan," kata Ustadz Sukri.
Ia menambahkan, penegasan dalam Al Quran Surat Az zariyat ayat 19 "Dan dari harta-harta mereka, ada orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang yang tidak mendapat pembagian".
Ia juga menjelaskan, dalam pandangan MUI, peran Baznas sangat penting dalam penyaluran sedekah, zakat dan infaq, yaitu ada delapan golongan yang berhak menerima, sepeti fakir, miskin, mualaf (orang yang masuk Islam), para janda, orang yang berhutang, orang yang dalam perjalanan, serta pengurus zakat.
Sedekah Dalam Pandangan Para Penyelenggara Pemilu
Fadliyanto Koem, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo, mengatakan, ibadah sedekah tentu ada aturan-aturannya.
Begitupun politik uang sangat jelas aturannya dalam penyelenggaraan Pemilu.
Sehingga kata Fadliyanto, sangat jelas antara etik dan estetika ibadah sedekah.
Ia mencontohkan, ibadah yang sangat lekat dengan konsep keikhlasan sedekah yaitu yang diberikan oleh tangan kanan, maka tangan kiri jangan sampai mengetahuinya.
Maka, sedekah tanpa syarat artinya pemberian dengan ikhlas, tanpa bumbu-bumbu "jangan lupa pilih saya, jangan lupakan saya" dan syarat lainnya yang tidak dibenarkan dalam agama maupun dalam aturan Pemilu yang jujur, berkualitas dan berintegritas.
Sementara itu kata Fadliyanto, politik uang sangat jelas, sebagai kegiatan memberikan atau menjanjikan barang atau materi lainnya untuk meminta dipilih atau bahkan untuk tidak dipilih.
"Jadi politik uang bukan sekedar pemberian untuk minta dipilih, sebab boleh jadi, politik uang adalah permintaan untuk tidak memilih," ujarnya.
Mantan Ketua KPU Gorontalo Utara itu mengatakan, sesungguhnya dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), tidak membatasi pelaksanaan ibadah, apalagi ibadah sedekah bisa dilakukan dimana saja.
Artinya, kita atau para kontestan Pilkada, bisa bersedekah dan pasti mendapatkan pahala jika ibadah sedekah itu dilakukan meski bukan di daerahnya atau tempat pelaksanaan Pilkada.
Jika masyarakat atau penerima sedekah mendatangi para calon, maka untuk menghindari adanya aturan yang dilanggar, maka sampaikan saja belum bisa melakukannya sebab masih menjadi kontestan Pilkada.
Hal itu bisa dilakukan para calon peserta Pilkada, jika memang ingin membentengi diri agar tidak melakukan pelanggaran.
"Namun tidak ada alasan bagi seorang kontestan Pilkada untuk tidak bersedekah di bulan ramadhan, meskipun tidak ada aturan yang menjamin bahwa sedekah di bulan ramadhan bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada, tidak akan berbenturan dengan aturan yang bisa menjurus pada kegiatan politik uang," ujarnya.
Maka jika ingin benar-benar beribadah, harus memahami dengan jelas batasan-batasan yang perlu dilakukan atau dipatuhi.
Fadliyanto mengatakan, unsur-unsur politik uang adalah ada pemberian, ada janji, ada ajakan dan permintaan.
"Pemberi dan penerima sedekah politik yang menjanjikan atau mengajak untuk memilih harus memahami ada larangan yang harus dihindari agar tidak terjerat pada pelanggaran Pilkada. Jika ikhlas bersedekah, maka sebaiknya memberi tanpa janji, paksaan atau ajakan, bahwa bersedekah semata-mata untuk beribadah kepada ALLAH," ujarnya.
Bagi seorang kontestan Pilkada, baik calon bupati maupun calon wakil bupati kata Fadliyanto, kewajiban bersedekah diatur dalam agama dan pasti ada pahala yang dijanjikan Tuhan, tapi tidak untuk praktik politik uang "money politic".
Ia mengilustrasikan kisah Nabi Ibrahim yang disuruh bapaknya untuk menjual berhala.
Dalam Islam, "jika dia menjual berhala, maka dikategorikan syirik, jika tidak menjualnya, maka bapaknya pasti menganggapnya durhaka". Maka apa yang dilakukan Ibrahim, dia memilih menjual patung berhala yang diperintahkan bapaknya, dengan teriakan "hai kalian, siapa yang mau membeli patung yang tidak beguna ini".
Tentu saja, teriakan dari seorang penjual seperti itu, maka tidak ada yang mau membeli berhala yang ia jual. Maka terlepaslah Ibrahim dari dosa syirik dan dari durhaka melawan perintah bapaknya untuk menjual berhala.
Fadliyanto berharap, para kontestan Pilkada, sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan dalam agama, termasuk kegiatan politik uang yang akan mencederai pelaksanaan Pilkada yang jujur, adil dan berkualitas.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo, Jaharuddin Umar mengatakan, terkait penyaluran zakat, infaq dan sedekah oleh calon bupati, calon wakil bupati atau calon wali kota, calon wakil wali kota atau peserta Pemilu 2018, Bawaslu RI telah mengeluarkan peraturan nomor 0797 tanggal 18 Mei 2018, yang menegaskan, pemberian uang atau materi lainnya dalam bentuk zakat, infaq dan sedekah atau sebutan lainnya selama bulan puasa, diperbolehkan sepanjang tidak mengandung unsur kampanye.
Unsur kampanye yaitu, ada pesanan tertentu, simbol, visi misi program dan tanda gambar.
"Kalau niatnya untuk bersedekah, maka tidak ada yang melarang, sepanjang imbauan Bawaslu RI agar penyaluran zakat, infaq dan sedekah diberikan melalui lembaga resmi yang memiliki kewenangan, untuk menghindari politik uang," ujarnya.
Jaharuddin mengatakan, Bawaslu mengimbau agar para calon peserta Pilkada, tim kampanye, maupun pengurus partai politik agar sebaiknya mengamanahkan sedekah, zakat dan infaq yang akan dikeluarkan, melalui lembaga resmi yang memiliki kewenangan dalam penyalurannya.
Ia pun mengingatkan kepada para pengurus partai politik yang masuk dalam tim kampanye, bahwa sesungguhnya posisi mereka sama dengan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota, maka tidak ada pengecualiannya, sesuai Undang-undang nomor 10 tahun 2016.
"Pada intinya, sepanjang bersedekah di bulan ramadhan bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada, sedekah diberikan karena niat "Lillahita`ala", maka tidak ada persoalan didalamnya," ujar Jaharuddin.
Ia menjelaskan terkait sarung yang masuk dalam kategori bahan kampanye, bahwa pihak KPU Kabupaten dan Panwaslu Kabupaten yang telah melakukan konsultasi di tingkat pusat, menjelaskan pembagian sarung dibolehkan asalkan harganya tidak lebih dari Rp25 ribu per lembar.
Sarung sebagai bahan kampanye, maka pembagiannya harus dicantumkan visi misi dan simbol pasangan calon, sebab pemberian sarung yang tidak dilabeli, disebut bukan bahan kampanye dan tergolong politik uang, apalagi dibagikan di luar kegiatan pertemuan terbatas atau bukan pada saat pelaksanaan tatap muka kampanye.
Jaharuddin mengatakan, penegasan Bawaslu bahwa bagi para pasangan calon dan tim kampanye, tidak melarang pemberian sedekah, zakat dan infaq sebagai ibadah setiap umat Islam.
Yang tidak boleh dilakukan adalah, pemberian tersebut memuat unsur kampanye.
Maka untuk menghindari politik uang, Jaharuddin berharap agar penyaluran sedekah, zakat dan infaq disalurkan melalui lembaga resmi, seperti Baznas.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Gorontalo Utara Belum Dilantik
Hingga saat ini, kepengurusan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Gorontalo Utara yang baru, belum dilantik.
Sekretaris Umum MUI Kabupaten, Ustadz Sukri Bobihoe mengatakan, lembaga resmi seperti Baznas menjadi solusi terbaik bagi para pasangan calon peserta Pilkada, untuk menyalurkan sedekah, infaq dan zakat.
Namun kendala yang harus mereka hadapi diakuinya, adalah belum dilantiknya kepengurusan yang baru. Maka dikhawatirkan amanah mereka tidak akan tersalurkan dengan baik.
Ia berharap, agar pemerintah daerah segera melantik kepengurusan Baznas Kabupaten Gorontalo Utara yang baru, demi amanahnya penyaluran sedekah, zakat dan infaq oleh umat Islam di daerah ini.
Sebab kepengurusan Baznas yang definitif diakuinya, pertanggungjawabannya secara hukum akan lebih jelas, mewujudkan transparansi penyaluran sedekah, zakat dan infaq serta pemerataan penyaluran bagi yang berhak menerima
Sementara itu, Rahmat Kasim, pengurus Baznas Kabupaten yang baru, mengatakan, pihaknya sudah mengantongi dokumen SK yang ditandatangani Penjabat Bupati, namun hingga saat ini belum dilakukan pelantikan kepengurusan yang baru.
Baznas Kabupaten seleksinya sudah selesai, dengan personil tiga orang.
Berdasarkan pertimbangan Baznas RI ada empat orang hasil seleksi, namun salah satu orang digugurkan karena bergabung dalam partai politik.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat menjelaskan bahwa pimpinan Baznas Kabupaten/Kota, terdiri dari pimpinan dan pelaksana. Pimpinan terdiri dari seorang ketua dan paling banyak empat wakil ketua, berarti tidak semestinya lima orang, artinya tidak ada alasan untuk belum melantik kepengurusan yang baru.
Kepengurusan Baznas Kabupaten yang baru sudah terpilih berdasarkan pertimbangan Baznas RI, pada tanggal 11 September 2017.
Sudah ada Ketua Baznas baru yang terpilih melalui pleno pimpinan yang pemilihannya dimediasi pemerintah kabupaten dan Kementerian Agama setempat, yang sudah menghasilkan ketua terpilih yaitu Rahmat Kasim.
Harusnya kata Rahmat, pemerintah daerah sudah melantik kepengurusan Baznas Kabupaten yang baru sesuai SK Pengangkatan Pimpinan Baznas Gorontalo Utara tertanggal 16 April 2018 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Sebab kinerja Baznas yang baru, harusnya sudah bekerja dalam pengelolaan zakat, termasuk memfasilitasi pasangan calon peserta Pilkada 2018 di daerah itu, dalam penyaluran sedekah, infaq dan zakat agar lebih transparan secara hukum dan aturan.
Termasuk kantor Baznas sebagai lokasi penyaluran dan berita acara yang membuktikan secara hukum bahwa para pasangan calon telah menyalurkan sedekah, zakat dan infaq melalui lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo Jaharuddin Umar mengatakan, penyaluran sedekah, zakat dan infaq tidak harus terikat melalui Baznas jika memang keberadaan lembaga itu tidak ada di daerah.
Sebab boleh disalurkan melalui lembaga resmi lainnya.
Seperti melalui badan takmirul masjid di setiap desa, sebab lembaga itu juga ditetapkan melalui surat keputusan (SK) yang diterbitkan pihak Kementerian Agama.
Namun sebaiknya, kata Jaharuddin, para pasangan calon dapat memeriksa SK badan takmirul masjid, apakah masih berlaku atau tidak, untuk kenyamanan menjalankan ibadah sedekah.