Jakarta, (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengintensifkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri pasca penghentian sementara penerbitan E-KTP.
"Sebenarnya dilanjutkan atau tidak dilanjutkan (penerbitan E-KTP), bagi KPK sama. Kita tetap intensif, tapi kalau tidak dilanjutkan mungkin lebih memudahkan karena kalau penerbitan dilanjutkan kan berarti proses ini kan jalan terus chip-nya itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan satu tersangka yaitu Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut Sugiharto.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa penerbitan E-KTP akan dihentikan sementara untuk dua bulan demi evaluasi tentang keamanan data dan dugaan beredarnya E-KTP palsu.
"Yang penting sekarang KPK memang kalau bisa mengintesifkan dan mempercepat ini supaya kita bisa selesai semua," kata Bambang menjelaskan.
Menurut Bambang, elemen yang didalami KPK dalam proyek tersebut termasuk kualifikasi teknologi yang digunakan.
"Memang dalam kajian soal kualifikasi chip itu termasuk yang dikaji apakah memang chip itu sesuai dengan peruntukan, jenis teknologinya apakah 'open resource' atau monopoli. Kita mengkaji soal teknologi yang dipakai di dalamnya. apakah itu betul-betul sesuai dengan yang dibutuhkan," kata Bambang mengungkapkan.
Kemendagri menemukan lambatnya pelayanan dan ketidakakuratan data, hingga E-KTP palsu yang dibuat di Tiongkok dan Prancis.
Masalah lain adalah aplikasi perekaman E-KTP dikembangkan oleh perusahaan asal India, bahkan server database E-KTP ada di India sehingga muncul potensi pengambilan data oleh pihak yang tidak berhak, sehingga proyek ini ditargetkan kembali berlangsung pada Januari 2015.
"Server di luar negeri itu fungsinya untuk 'security', tapi kalau server itu di luar negeri ditaruh bukan di luar kepentingan 'security' malah bisa disedot untuk kepentingan di luar itu yang bahaya. Sekarang yang mesti dilacak penempatan server itu untuk kepentingan apa? Karena yang dikhawatirkan jangan sampai data adminduk (administrasi dan kependudukan) kita dikuasai oleh orang yang tidak punya kepentingan atas adminduk itu," tegas Bambang.
Namun KPK belum menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.
"Sekarang fokusnya lebih pada siapa yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kita nggak lari kemana- mana karena kan sangat tergantung dari alat-alat bukti berupa keterangan-keterangan saksi. Jadi sejauh itu sebenarnya. Kalau memang itu bisa dibuka seperti kasus pemadam kebakaran kita bisa sampai di top-nya, tapi kalau tidak ya enggak bisa," ungkap Bambang.
Dalam kasus ini, Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP," tambah Johan.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun angÂgaran 2011 dan 2012.
Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.
PT Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Dirjen Administrasi Kependudukan (Minduk) Kemendagri yaitu Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Dirjen Minduk punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.
Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.
KPK Intensifkan Penyidikan Kasus E-KTP
Selasa, 18 November 2014 9:24 WIB