Bogor (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia sudah terlalu banyak peraturan sehingga diminta kepala daerah maupun DPRD tingkat I dan tingkat II tidak lagi membuat banyak peraturan.
"Selanjutnya saya titip, di sini ada ketua-ketua DPR. Gubernur, wali kota, bupati ada semua, saya sudah pesan ke ketua, pimpinan DPRD tingkat I dan II, saya pesan jangan banyak-banyak membuat perda (peraturan daerah), jangan banyak-banyak membuat pergub (peraturan gubernur), perbup (peraturan bupati), perwali (peraturan wali kota). Negara ini sudah kebanyakan peraturan dan negara kita bukan negara peraturan," kata Presiden Jokowi di Sentul International Convention Center, Bogor, Rabu.
Presiden menyampaikan hal tersebut pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2019 yang dihadiri oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju, gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD tingkat I dan tingkat II, kajati, kajari, ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kapolda, kapolres, dandim hingga danrem serta para kepala lembaga negara terkait, sebanyak 2.693 orang.
"Semua diatur malah kita terjerat sendiri, hati-hati, setop. Itu sedikit-sedikit diatur, akhirnya kecepatan dalam bergerak, memutuskan terhadap perubahan-perubahan yang ada menjadi tidak cepat, padahal negara sebesar apapun inginnya fleksibel, cepat merespons semua perubahan, tapi kita kebanyakan peraturan, buat apa," ungkap Presiden.
Presiden pun menyinggung soal apa yang ada di balik proses pembuatan perda tersebut.
"Saya tahu buat perda pasti ada kunker (kunjungan kerja), ada studi banding, saya ngerti, saya ngerti tapi setop. Dan di kunker ada apanya saya mengerti, dan di studi banding ada apanya saya ngerti, saya orang lapangan saya ngerti, setop," tegas Presiden yang disambut tertawaan peserta rapat.
Menurut Presiden, perda-perda tersesbut malah memperumit pelaksanaan usaha di masyarakat.
"Minggu lalu saya ketemu dengan secretary Ross dari Amerika, tangan kanannya Presiden Trump, saat ini di AS kalau menterinya mau membuat 1 peraturan menteri, dia harus mencabut 2 peraturan menteri sebelumnya. Artinya keluar 1 (aturan) hilang 2 (aturan). Kita memproduksi terus setiap hari, mau apa," ungkap Presiden.
Produksi aturan yang terus menerus tersebut menyababkan fleksibilitas Indonesia menjadi lambat.
"Saya juga mau buat aturan itu, menteri mau buat 1 permen (peraturan menteri) boleh, tapi hilang 10 (permen), tapi saya masih hitung-hitung biar permen-permen itu hilang. Kebanyakan peraturan pusing sendiri, fleksibilitas paling penting, kecepatan paling penting semua negara akan menuju ke situ karena siapa yang lebih cepat dia yang menang," kata Presiden.
Bila aturan-aturan itu terus terpelihara, maka Indonesia pun tertinggal dari negara-negara lainnya.
"Semua harus mengerti mengenai masalah-masalah ini, agar tidak ada saling menyalahkan, tidak ada bisik-bisikan, tidak ada saling menjegal, sudah setop, semua harus bekerja bersama-sama, mumpung suasana politik kita sangat sangat bagus. Ini yang harus terus kita rawat dan jaga semua menjalankan tugas masing-masing, tapi saling berkomunikasi, terbuka dan menjaga agenda besar bangsa ini, menjaga ketertiban nasional kerukunan itu wajib," tegas Presiden.
Jokowi: Negara kita sudah kebanyakan peraturan
Rabu, 13 November 2019 16:53 WIB