Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan
memeriksa mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar diperiksa
sebagai saksi dalam tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji
materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Selain memeriksa Patrialis, KPK dijadwalkan memeriksa Pimpinan CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman sebagai saksi juga dalam tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
Basuki Hariman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Patrialis Akbar.
KPK juga akan memanggil Wiryo Darsono dari pihak swasta sebagai saksi juga dalam tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
Wiryo Darsono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20.000 dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014��Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis (16/2) telah memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Selain memeriksa Patrialis, KPK dijadwalkan memeriksa Pimpinan CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman sebagai saksi juga dalam tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
Basuki Hariman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Patrialis Akbar.
KPK juga akan memanggil Wiryo Darsono dari pihak swasta sebagai saksi juga dalam tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
Wiryo Darsono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20.000 dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014��Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis (16/2) telah memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017