Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Hakim Konstitusi Patrialis Akbar divonis delapan
tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan
karena terbukti menerima suap sebesar 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta
untuk mempengaruhi putusan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Patrialis Akbar terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan
berlanjut," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango di pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Menjatuhkan
pidana penjara kepada terdakwa selama delapan tahun ditambah denda Rp300
juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama
tiga bulan kurungan," katanya.
Tuntutan itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut
umum KPK yang meminta agar Patrialis divonis dituntut 12,5 tahun penjara
ditambah dengan Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim pun membebankan hukuman uang pengganti sebesar 10 ribu dolar AS
dan Rp4,043 juta kepada Patrialis subsider 6 bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana uang pengganti kepada terdakwa sebear Rp4,043
juta dan sejumlah 10 ribu dolar AS dengan ketentuan apabila terdakwa
Patrialis Akbar tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu
bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka
harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang
mencukupi maka diganti pidana penjara menjadi 6 bulan," tambah hakim
Nawawi.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama pasal 6 ayat (1) huruf a
jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat
(1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam putusannya majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango,
Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi menilai bahwa Patrialis terbukti
menerima uang Basuki Hariman selaku sebagai "beneficial owner" (pemilik
sebenarnya) perusahaan PT Impexindo Pratama dan dari General Manager PT
Impexindo Pratama Ng Fenny melalui seorang perantara bernama Kamaludin
untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji
materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penyerahan uang secara bertahap yaiatu pertama dilakukan Basuki
kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place
sejumlah 20 ribu dolar AS.
"Untuk keperluan bermain golf di Batam tapi tidak digunakan seluruhnya karena sudah dibayar oleh Yunas," kata hakim Hariono.
Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS.
"Yang rencananya akan digunakan untuk bermain golf di Tanjung Pinang,
Bintan tapi biaya sudah dihandle pihak lain sehingga Kamaludin hanya
menanggung tiket pesawat Batam-Jakarta, sisanya digunakan untuk
keperluan Kamaludin," ungkap hakim Hariono.
Basuki selanjutnya mengatakan kepada Kamaludin bahwa ia memiliki uang
Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim lain yang belum menyatakan pendapat
dan selanjutnya Kamaludin menyampaikan ke Patrialis Akbar dan Patrialis
pun mempersilakan Basuki melakukan pendekatan ke Hakim.
"Basuki juga membayar Rp4,043 juta untuk biaya golf Patrialis Akbar
bersama Kamaludin dan kawan-kawan di Royale Jakarta Golf Club pada 20
Desember 2019 sekitar pukul 09.00 WIB," tambah hakim Hariono
Pemberian uang selanjutnya dilakukan pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS.
"Dari jumlah itu Kamaludin menyerahkan 10 ribu dolar AS ke rumah
Patrialis di Cipinang jadi yagng diserahkan hanya separuh saja sedangkan
sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin pribadi. Jadi total ada 50
ribu dolar AS dari seluruh uang pemberian Basuki Hariman dan Ng Fenny
yang digunakan untuk Patrialis Akbar untuk umroh adalah sebesar 10 ribu
dolar AS dan membayar golf di Royale Jakarta Golf Club sebesar Rp4,043
juta," jelas hakim Hariono.
Sebagai balasan pemberian uang itu, Patrialis memberikan draft
putusan yang sudah diberikan tanda stabilo warna biru sesuai dengan
harpan Basuki Hariman.
"Atas izin terdakwa Kamaludin mengambil gambar draft putusan tersebut
dengan telepon genggamnya dan Kamaludin selanjutnya menemui Basuki
Hariman dan memperlihatkan beberapa foto yang meyakinkan Basuki bahwa
draft putusan sudah sesuai harapan Basuki," ungkap hakim Ugo.
Hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Patrialis.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah
memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa telah menciderai
lembaga Mahkamah Konstitusi."
"Hal meringankan,terdakwa
menunjukkan sifat sopan dalam persidangan, terdakwa belum pernah
dihukum,punya tanggungan keluarga, terdakwa pernah berjasa dalam
pengabidan kepada negara salah satunya mendapat satya lencana," ungkap
hakim Nawawi.
Atas putusan itu, Patrialis menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari
apakah menerima atau mengajukan banding terhadap putusan.
"Setelah saya berkonsultasi, kami akan pikir-pikir selama satu minggu," kata Patrialis.
Terkait perkara ini, Kamaludin divonis penjara selama tujuh tahun,
pengusaha Basuki Hariman divonis tujuh tahun penjara sedangkan anak
buahnya Ng Fenny divonis lima tahun penjara.
Patrialis Akbar divonis delapan tahun penjara
Senin, 4 September 2017 15:13 WIB