Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Depresiasi rupiah terhadap dolar AS yang hari
ini sudah menyentuh angka Rp14.128 per dolar AS mulai dirasakan
memberatkan oleh industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri karena
80 persen bahan baku produksi mereka masih mengandalkan impor.
"Menyentuh
angka Rp14.000 buat industri tentu makin berat, karena harus membeli
bahan baku pakai dolar AS," kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia
(API) Ade Sudrajat kepada ANTARA News via telepon di Jakarta, Kamis.
Di
antara bahan baku yang masih diimpor adalah serat kapas yang tidak bisa
tumbuh secara ekonomis di negara tropis dan bahan baku garmen yang
tetap harus diimpor.
Ade mengatakan, yang paling rentan
terpengaruh depresiasi rupiah adalah perusahaan yang orientasi pasarnya
hanya dalam negri karena saat ini mereka akan semakin sulit menjual
produknya di tengah angjloknya daya beli masyarakat dalam negeri.
Menurut
Ade, tekanan ekonomi akibat rupiah yang lemah membuat masyarakat tidak
menyisakan anggaran untuk membeli kebutuhan barang sekunder, seperti
produk tekstil.
"Sampai saat ini sudah ada beberapa yang tutup,
yang berakibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih dari 36 ribu orang,"
kata Ade.
Tetapi ada perusahaan yang justru relatif diuntungkan
oleh depresiasi rupiah, yakni perusahaan-perusahaan tekstik yang
berorientasi pasar ekspor.
Depresiasi rupiah perberat beban industri tekstil
Kamis, 27 Agustus 2015 15:12 WIB