Hamilton (ANTARA) - PBB kembali menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar, ketika memperingati tujuh tahun sejak pengungsian warga Rohingya dan etnis lainnya dari Negara Bagian Rakhine.
"Sekitar satu juta warga Rohingya kini berlindung di Bangladesh dan lebih dari 130.000 orang lainnya (mengungsi) di wilayah lain tanpa kepastian untuk kembali," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Jumat (23/8).
Dujarric menyoroti situasi keamanan dan kemanusiaan yang mengerikan yang sedang berlangsung di Myanmar, khususnya di Rakhine, di mana konflik bersenjata yang meningkat terus memperburuk kerentanan bagi warga Rohingya dan komunitas lain.
"Sekretaris Jenderal (PBB Antonio Guterres) menyerukan kepada semua pihak yang berkonflik di Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan memastikan perlindungan warga sipil sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional yang berlaku dan hukum humaniter internasional," katanya.
Sekjen PBB juga memperbarui seruannya untuk memperkuat upaya perlindungan regional dan secara berkelanjutan mendukung negara yang menampung pengungsi, termasuk melalui Rencana Tanggapan Bersama 2024 untuk Krisis Kemanusiaan Rohingya di Bangladesh.
Utusan khusus Sekjen PBB untuk Myanmar Julie Bishop telah melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk para pelaku regional, untuk bergerak menuju proses inklusif yang dipimpin Myanmar untuk perdamaian berkelanjutan dan rekonsiliasi nasional yang merupakan langkah penting untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemulangan pengungsi Rohingya secara sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan ke Myanmar.
Eksodus massal orang-orang Rohingya dimulai pada 25 Agustus 2017, setelah militer Myanmar melancarkan operasi mematikan terhadap minoritas Muslim di wilayah utara negara itu.
Sejak saat itu, sekitar 1,2 juta warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh dan tinggal di kamp-kamp pengungsi Cox's Bazar.
Sumber: Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBB serukan penghentian kekerasan di Myanmar
PBB serukan penghentian kekerasan di Myanmar
Sabtu, 24 Agustus 2024 17:08 WIB