Jakarta (ANTARA GORONTALO) - KPK menahan mantan Direktur Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman setelah diperiksa
sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan
paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional
(E-KTP) 2011-2012.
"Ikuti saja, KPK sudah punya SOP (standard operating procedure),"
kata Irman yang sudah mengenakan rompi oranye saat keluar dari gedung
KPK pada Rabu malam.
Irman ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahanan kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di gedung KPK.
"Tsk I ditahan dari 21 Desember 2016 - 9 Januari 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Pengacara Irman, Soesilo Ariwibowo mengatakan bahwa kliennya sudah
mengajukan permohonan menjadi "justice collaborator" atau saksi pelaku
yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Sudah diajukan sejak 24 November lalu, yang mengajukan Pak
Sugiharto dan Irman," kata Soesilo yang mendampingi pemeriksaan Irman.
Sugiharto adalah tersangka lain dalam kasus korupsi e-KTP ini yaitu
mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK)
Kementerian Dalam Negeri tahun 2011 sampai 22 Juli 2015 sekaligus
Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek E-KTP.
Sugiharto sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 22 April 2014. Ia juga sudah ditahan pada 19 Oktober 2016.
Irman dan Sugiharto ditetapkan sebagai tersangka pada September 2016
lalu dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999
sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling
banyak Rp1 miliar.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini
dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui
pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP,
dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto,
mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan
oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam
Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan
Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan
hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektroni
antara lain Setyo Novanto, Anas Urbaningrum, Chaeruman Harahap, Ganjar
Pranowo, Arief Wibowo, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Sugiharto, Drajat
Wisnu S.
Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI
(PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN
Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang
mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan
personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan
teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan
keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan
lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan
personalisasi dari PNRI.
PT. Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta
konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman
dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan
Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut
dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun
memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2
triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar
Rp5,9 triliun.
KPK tahan mantan Dirjen Dukcapil terkait E-KTP
Rabu, 21 Desember 2016 23:08 WIB