Lombok Tengah (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan orang tua untuk tidak menikahkan anak dalam usia yang terlalu muda, karena dapat menyebabkan bayi lahir kerdil atau stunting.
"Pernikahan dini ada aturannya. Kalau menikah terlalu muda kemungkinan besar stunting tinggi," ujarnya saat melakukan kunjungan kerja di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Budi menuturkan bahwa pengantin yang terlanjur menikah dalam usia terlalu muda agar jangan terburu-buru memiliki anak agar generasi yang lahir dalam usia yang cukup, sehingga tidak mengalami pertumbuhan kerdil.
"Kalau stunting, intelektualitas menurun, kasihan mereka nanti beberapa puluh tahun kemudian tidak bisa hidup sebaik teman-temannya yang lain," ucap menteri berusia 61 tahun tersebut.
Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1947 terkait perkawinan menegaskan bahwa batas usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk pengantin pria dan wanita.
Pernikahan usia anak dilarang oleh regulasi karena berpeluang meningkatkan risiko komplikasi kehamilan akibat organ reproduksi yang belum matang, gangguan kesehatan fisik dan psikologis, serta menimbulkan permasalahan bidang sosial ekonomi.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sinta Agathia Soedjoko Iqbal mengatakan, fenomena pernikahan usia anak harus ditangani dari berbagai sektor baik dari organisasi perempuan, tenaga pendidik, tokoh agama, hingga tokoh adat.
"Kami akan bikin gerakan bersama karena intinya semua harus diselesaikan secara masif," kata isteri gubernur NTB tersebut.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, kasus pernikahan usia anak yang terjadi di Lombok Tengah viral ke berbagai media sosial nasional hingga internasional. Pasangan suami isteri itu menikah dalam usia terlalu muda, yakni wanita berumur 15 tahun dan pria berumur 16 tahun.
Pernikahan itu sempat dicegah oleh pemerintah desa setempat, baik dari pihak pengantin wanita maupun pengantin pria. Namun, pihak keluarga kedua belah pihak tetap ngotot menikahkan mereka.
Nusa Tenggara Barat sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor: 5 Tahun 2021 yang mengatur tentang pencegahan perkawinan anak. Regulasi itu tidak mengatur secara eksplisit terkait pemberian sanksi kepada pelaku pernikahan dini maupun sanksi terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses pernikahan dini tersebut.
Celah tidak ada sanksi itulah yang akhirnya membuat kasus pernikahan usia anak di Nusa Tenggara Barat terbilang tinggi, terutama di Pulau Lombok.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2021 sampai 2024, Nusa Tenggara Barat selalu mencatatkan angka perkawinan usia anak paling tinggi secara nasional.
Persentase perempuan sebelum usia 18 tahun yang menikah pada 2021 mencapai 16,59 persen, tahun 2022 sebanyak 16,23 persen, dan mencapai puncak tertinggi 17,32 persen pada 2023. Sedangkan, pada tahun 2024 mengalami penurunan sedikit ke angka 14,96 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menteri Kesehatan: Pernikahan usia anak picu bayi lahir kerdil