Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyampaikan bahwa Indonesia baru mendapatkan pembayaran dari pengurangan emisi 61,5 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) dalam periode 2013 sampai dengan 2020.
"Dari kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca nasional periode 2013-2017 dan 2017-2020 yang kita submit, Indonesia menerima pembayaran dari reduksi emisi jika dijumlahkan baru sekitar 61,5 juta ton CO2e," kata Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati dalam diskusi daring dipantau dari Jakarta, Rabu.
Haruni menjelaskan bahwa dalam periode 2013-2017 dari total 244,89 juta ton CO2e emisi gas rumah kaca (GRK) yang sudah berhasil ditekan Indonesia, baru 20,25 juta ton CO2e yang sudah mendapatkan pembayaran dilakukan oleh Green Climate Fund serta 11,23 juta ton CO2e dari mekanisme dengan Norwegia.
Dengan demikian, baru sekitar 12,85 persen dari periode tersebut yang sudah mendapatkan pembayaran berdasarkan hasil atau result based payment (RBP) dari kinerja pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+)
Sementara itu, untuk periode 2017-2020 dari total 577,45 juta ton CO2e reduksi emisi GRK yang dilakukan Indonesia, baru 30 juta ton CO2e atau sekitar 5,2 persen yang mendapatkan pembayaran dilakukan lewat kerja sama dengan Norwegia.
Khusus untuk mekanisme Result Based Contribution (RBC) dengan Norwegia, jelasnya, sejauh ini dilakukan dalam empat tahapan dengan total 216 juta dolar AS atau setara transaksi 43,2 juta ton CO2e.
Terkait hal itu, dia mengatakan reduksi emisi yang belum dibayarkan atau ditransaksikan berpotensi menjadi nilai untuk perdagangan karbon.
"Ini sebetulnya berpotensi untuk kita perdagangkan atau kita menerima kontribusi lebih lanjut, tadi disebutkan potensi untuk perdagangan karbon dan lain sebagainya," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenhut: RI dapatkan pembayaran untuk 61,5 juta ton emisi GRK