Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan pedoman
penyelenggaraan kantor atau unit bank khusus transaksi digital untuk
mengakomodasi peningkatan aktivitas perbankan virtual (e-banking) masyarakat.
"Kehidupan masyarakat dengan industri perbankan semakin mengarah ke
digitalisasi. Nasabah sudah jarang ke kantor bank, kehidupan digital
keuangan dan perbankan akan semakin meningkat," kata Deputi Komisioner
Pengawasan Terintegrasi OJK, Agus Edy Siregar, dalam jumpa pers di
Jakarta, Kamis.
Panduan penyelenggaraan kantor digital oleh bank umum tersebut
selaras dengan perubahan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan
teknologi digital untuk aktivitas perbankan secara mandiri.
Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah nasabah pengguna e-banking yang meningkat 270 persen dari 13,6 juta nasabah pada 2012 menjadi 50,4 juta pada 2016.
Sementara frekuensi transaksi pengguna perbankan digital juga
meningkat 169 persen dari 150,8 juta transaksi (2012) menjadi 405,4 juta
transaksi (2016).
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Mulya Effendi Siregar, menjelaskan kantor digital bank (digital branch) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kantor cabang pembantu digital, kantor kas digital, dan gerai digital.
Kantor cabang pembantu digital dan kantor kas digital secara fisik
terpisah dengan kantor konvensional, sedangkan gerai digital menyatu
dengan kantor konvensionalnya.
Mulya mengatakan persyaratan penyelenggaraan kantor digital bank di
antaranya minimum bank BUKU 2 (modal inti paling sedikit Rp1 triliun),
menyajikan rencana penyelenggaraan, memenuhi kecukupan alokasi modal
inti, dan menunjukkan bukti kesiapan organisasi.
"Ini berlaku bagi bank umum konvensional dan bank syariah," ucap dia.
OJK juga menegaskan bahwa penyelenggaraan kantor digital bank
menerapkan ketentuan anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme (APU-PPT) melalui mekanisme mengenal nasabah dengan basis data
biometrik di KTP elektronik.
OJK terbitkan panduan penyelenggaraan kantor digital perbankan
Kamis, 19 Januari 2017 18:01 WIB