Washington (ANTARA) - Utusan khusus PBB untuk Suriah pada Selasa (3/12) memperingatkan bahwa negara yang dilanda perang itu memasuki periode baru yang "sangat fluktuatif dan berbahaya" seiring kelompok bersenjata terus merebut wilayah dari pasukan rezim.
Geir Pedersen menyampaikan kepada Dewan Keamanan bahwa kelompok-kelompok bersenjata kini menguasai wilayah yang dihuni sekitar 7 juta orang, setelah berhasil maju di wilayah barat laut, merebut pusat regional utama Aleppo, dan bergerak menuju Hama.
"Pasukan pemerintah Suriah telah berkumpul kembali dan membentuk garis pertahanan di Hama untuk menahan para pejuang. Namun, hingga sore ini, garis tersebut menghadapi tekanan besar, dengan HTS dan kelompok oposisi bersenjata terus maju, mendekati kota Hama, yang dihuni sekitar 1 juta orang," kata Pedersen.
Ia merujuk pada Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok yang ditetapkan PBB sebagai organisasi teroris, yang sebelumnya merupakan afiliasi Al-Qaeda di Suriah tetapi memisahkan diri pada 2017.
Pedersen melaporkan bahwa serangan udara "pro-pemerintah" meningkat dalam beberapa hari terakhir, menargetkan sasaran sipil dan militer, yang mengakibatkan korban jiwa di pihak Suriah.
Di sisi lain, HTS dan kelompok bersenjata lainnya melancarkan serangan roket dan drone yang juga menimbulkan korban sipil, khususnya di Hama dan Aleppo.
"Kita membutuhkan deeskalasi dan ketenangan. Saya menyerukan kepada semua pihak untuk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional, melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, serta memungkinkan perjalanan yang aman bagi warga Suriah yang menyelamatkan diri dari kekerasan," kata Pedersen.
"Ini saja tidak cukup. Eskalasi militer lebih lanjut berisiko menyebabkan perpindahan massal dan korban sipil," kata Pedersen lagi.
"Kita harus deeskalasi dan memastikan pendekatan kerja sama untuk melawan kelompok teroris yang telah terdaftar. Namun – ini adalah pesan inti saya yang kedua – deeskalasi perlu diiringi oleh prospek politik yang kredibel bagi rakyat Suriah," tambahnya.
Bentrok kembali pecah pada 27 November antara pasukan rezim Assad dan kelompok bersenjata anti-rezim di pedesaan barat Aleppo di wilayah utara Suriah, menandai eskalasi baru setelah periode relatif tenang dalam konflik yang telah berlangsung hampir 14 tahun.
Rusia, pendukung utama rezim Suriah, mengecam serangan oleh anti-rezim tersebut, dengan mengatakan bahwa serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 30 warga sipil.
"Kami dengan tegas mengutuk serangan terkoordinasi ini oleh teroris HTS yang menguasai Idlib, yang semakin memperburuk situasi di tanah Suriah," kata Vasily Nebenzya, utusan Rusia untuk PBB, kepada dewan.
"Musuh akan dikalahkan, terlepas dari dukungan eksternal apa pun yang mereka terima, dan memang ada dukungan eksternal tersebut. Menurut laporan dan informasi yang tersedia, dukungan untuk teroris diberikan oleh Amerika dan sekutunya dalam berbagai bentuk," tambahnya.
Robert Wood, perwakilan AS dalam pertemuan dewan tersebut, dengan tegas membantah keterlibatan Amerika dalam permusuhan yang sedang berlangsung, dengan mengatakan bahwa Washington "tidak terlibat" dalam serangan anti-rezim tersebut.
Ia juga mendesak dewan untuk menuntut "semua pihak menghentikan serangan udara brutal dan mematuhi hukum internasional."
"Kita juga harus memperbarui tuntutan Dewan agar rezim tidak melancarkan serangan senjata kimia, seperti yang telah dilakukan lebih dari 50 kali selama konflik. Kita harus terus meminta pertanggungjawaban rezim dan pendukungnya atas tindakan keji ini," tambahnya.
Wood menegaskan bahwa AS "akan membela dan melindungi personel AS serta posisi militer AS di bagian timur laut Suriah, yang tetap penting untuk memastikan ISIS tidak dapat bangkit kembali."
Sumber: Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBB peringatkan situasi di Suriah sangat fluktuatif dan berbahaya