Gorontalo (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Pohuwato, Provinsi Gorontalo menggelar jumpa media terkait pengungkapan praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang berada di wilayah Desa Taluduyunu Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, Jumat.
Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Pohuwato Komisaris Polisi Heny Mudji Rahaju didampingi Kasat Reskrim Ajun Komisaris Polisi Khoirunnas, Kasi Propam Inspektur Satu Abd Padja dan Kanit Tipidter Aipda Amzai, dalam jumpa media mengatakan kegiatan penindakan tersebut dipimpin langsung Kapolres Pohuwato Ajun Komisaris Besar Polisi Busroni.
"Penindakan ini sebagai bentuk komitmen Polres Pohuwato dalam menindak tegas aktivitas pertambangan tanpa izin di wilayah hukumnya," kata Heny.
Pengungkapan berawal dari adanya laporan warga mengenai aktivitas tambang ilegal yang menimbulkan keresahan masyarakat di lingkungan sekitar.
"Pada Kamis 20 November 2025 sekitar pukul 00.30 Wita, kami menerima laporan dari masyarakat terkait adanya aktivitas PETI di Desa Taluduyunu. Menindaklanjuti laporan tersebut, personel Satreskrim langsung turun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan," kata Kasat Reskrim Ajun Komisaris Polisi Khoirunnas.
Setibanya di lokasi, petugas mendapati adanya aktivitas penggalian material pertambangan tanpa izin.
Dari hasil penyelidikan, tiga terduga pelaku masing-masing berinisial ACM (40), ARM (38) dan RM (42) berhasil diamankan.
"Hasil pengungkapan di lapangan, kami berhasil menemukan barang bukti yang turut diamankan, yaitu satu unit alat berat jenis excavator, satu unit mesin penghisap air (alkon), dua buah karpet warna hitam, satu buah selang air, satu buah selang cabang, satu buah alat dulang dari kayu, satu buah alat dulang dari plastik, satu buah alat pembagi air, material tanah hasil galian dan satu unit mobil," katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1e dan ke-2e KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
"Ancaman hukumannya tidak main-main. Oleh karena itu, pengungkapan ini diharapkan menimbulkan efek jera dan tidak bermunculan lagi aktivitas PETI di Wilayah ini," kata Khoirunnas.
