Semarang (ANTARA GORONTALO) - Pakar keamanan siber Pratama Persadha meminta
kepada Indonesia agar waspada terhadap peretasan setelah sejumlah
"hacker" meretas surat elektronik (surel) atau electronic mail (e-mail)
parlemen Inggris.
Pratama mengemukakan hal itu melalui surat elektroniknya kepada
Antara di Semarang, Senin, terkait dengan peretasan surel parlemen
Inggris mulai Jumat (23/6).
Akibat peretasan tersebut, katanya, membuat sebagian anggota
parlemen beserta stafnya tidak dapat mengakses surel resmi mereka.
"Peretas menyasar e-mail (surel) dengan password (kata sandi)
lemah," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur
Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Peristiwa tersebut langsung ditangani oleh National Crime Agency
yang menggandeng National Cyber Security Center (NCSC) yang punya
kemampuan menghadapi peretas. Surel anggota parlemen Inggris ini untuk
berhubungan dengan konstituen mereka di daerah dan menjaring masukan.
Menurut Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi
(Communication and Information System Security Research Center/CISSReC)
itu, serangan pada instansi pemerintah memang akan terus meningkat dan
pemerintah Indonesia juga perlu waspada.
Para peretas, lanjutnya, bisa saja diam tidak melakukan ancaman
atau "blackmail" seperti yang dilakukan pada beberapa anggota parlemen
Inggris yang menjadi korban.
"Kejadian di Inggris itu jelas bisa menimpa siapa saja. Di
Indonesia belum tentu aman karena bisa saja para peretas memilih diam
dan mencuri data ketimbang melakukan ancaman atau pemerasan," katanya.
"Password" Lemah
Pratama menambahkan bahwa kejadian di Inggris para peretas
mengincar surel dengan "password" lemah. Artinya, memang ada kelalaian
dari para pemakai surel tersebut.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa Badan Siber dan Sandi Negara
(BSSN) perlu melakukan edukasi ke seluruh lapisan di instansi
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Menurut riset CISSReC yang berlangsung di sembilan kota besar di
Tanah Air pada tanggal 1 hingga 9 Juni 2017, khusus terkait dengan
"password" memang ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
"Pasalnya, sebanyak 58 persen dari responden tidak pernah mengganti password. Hal ini berbahaya," kata Pratama.
Hasil riset CISSReC juga menyebutkan bahwa sebanyak 53 persen dari
responden mempunyai "password" yang sama untuk semua aplikasi dan media
sosial.
"Hal ini tentu mengingatkan kita pada peretasan yang menimpa akun
media sosial pemilik Facebook, Mark Zuckerberg," katanya.
Diketahui bahwa Zuckerberg mempunyai "password" media sosial yang
sama dan sederhana sehingga sangat mudah diretas oleh orang asing dan
sempat menghebohkan pemberitaan internasional.
"BSSN ini tidak hanya membuat sebuah sistem yang aman, tetapi ada
yang jauh lebih penting lagi adalah mengedukasi masyarakat. Jangan
sampai peristiwa peretasan surel parlemen di Inggris terjadi di
Indonesia," katanya lagi.
Indonesia diminta waspada pascaperetasan surel parlemen Inggris
Senin, 26 Juni 2017 16:06 WIB