Zibo, Tiongkok (ANTARA GORONTALO) - Foto berseri-seri Presiden FIFA Sepp Blatter dan sebuah sertifikat kecil berwarna biru di kota Zibo, Tiongkok, menyatakan bahwa tempat itu adalah tempat kelahiran sepak bola, membuat marah para pakar Inggris.
Satu peta di Museum Sejarah Negeri Qi di Zibo menunjukkan sebuah garis tipis yang membentang dari Tiongkok sampai Mesir, lalu ke Yunani, Roma dan Prancis, sebelum berakhir di Inggris yang sejak lama dikenal sebagai tanah kelahiran sepak bola setelah aturan permainan ini dikodefikasi di negeri itu pada abad 19.
Menurut museum itu, jejak tersebut menunjukkan jalur perkembangan sepak bola, dengan sertifikasi yang ditandatangani Blatter sebagai penghormatan Tiongkok sebagai tempat buaian pertama dari bentuk-bentuk paling awak sepak bola.
Namun para pakar internasional meragukan klaim tersebut dengan menunjuk kaitan yang lemah antara permainan kuno bangsa Tionghoa, cuju, dengan sepak bola yang dikenal sekarang. Mereka juga mempertanyakan motif FIFA.
Kendati dianggap memiliki sejarah sepak bola yang panjang, tim nasional Tiongkok sendiri gagal lolos ke Piala Dunia Brasil bulan ini.
Tiongkok hanya sekali tampil pada putaran final turnamen ini pada 2002 ketika mereka kalah pada seluruh dari tiga pertandingan fase grupnya dan tersingkir tanpa mendapatkan satu pun poin.
Namun jutaan penggemar akan menonton Piala Dunia dan di Zibo sendiri yang adalah kota modern yang dibangun di situs kuno Linzi ibukota kerajaan kuno Qi, sepak bola sedang menggejala.
Patung-patung para pemain cuju berjejer di sudut-sudut jalan dan poster-poster menempel di halte-halte yang melukiskan apa yang mereka kira nenek moyang olah raga modern itu.
"Saya suka sekali pada Sepp Blatter," kata Zhu Shuju, wakil direktur Museum Sepak Bola Zibo, yang menyambut kedatangan Blatter dan para pejabat FIFA.
"Dia sangat populer di sini," tambah dia dengan muka berseri-seri, dikelilingi foto-foto Blatter dan sebuah video berisi pidato Blatter yang membenarkan status Zibo sebagai asal sepak bola modern.
Zibo telah mengundang superstar Brasil Pele untuk membuka sebuah museum bernilai jutaan dolar AS, segera tahun ini.
Absurd dan lemah
Berbagai jenis cuju dimainkan di Tiongkok kuno, namun permainan kompetitif ini masih dimainkan hingga sekarang dengan menggunakan bola dari kulit yang dimainkan tanpa menggunakan lengan atau tangan, sebelum disundul atau ditendang ke arah sebuah lubang di atas kepala.
Sebuah versi gladiotorial dengan banyak kontak fisik terlihat di Priode Negara Perang yang mempersatukan Tiongkok hampir 2.500 tahun lalu, dan terkenal dengan para serdadu yang meregangkan kakinya setelah berhari-hari berkuda.
Namun para pakar di luar Tiongkok yakin ada perbedaan besar antara cuju dan sepak bola modern.
"Saya merasa absurd untuk menyebut Tiongkok kuno punya mentalitas yang bisa disamakan dengan para pecinta sepak bola saat ini," kata Ellis Cashmore, profesor budaya, media dan olah raga dari Universitas Staffordshire, Inggris, kepada AFP lewat email. "Oleh karena itu kaitannya lemah."
Para sejarawan mengatakan banyak jenis olah raga bola lainnya yang ada di masa sama dengan lahirnya cuju, termasuk permainan kuno Yunani, episkyros.
Sebuah candi kuno di Museum Acropolis di Athena menunjukkan seorang atlet Yunani bertelanjang menyeimbangkan bola dengan pahanya, dan beberapa pakar menyebut episkyros menjadi permainan yang dimainkan orang Romawi dan disebut harpastum yang lalu dibawa ke Britania (Inggris).
Di sana, olah raga modern itu saat dibentuknya aturan-aturannya oleh Asosiasi Sepak bola (FA) dan dimainkan di sekolah-sekolah, seperti ditulis Ebenezer Cobb Morley pada 1863, dan sejak itu tak begitu banyak berubah.
Bagi sejarawan Inggris Tom Holland, sepak bola dimulai pada abad 19.
"Saya khawatir saya tidak tahu apa pun soal asal klasik sepak bola, untuk alasan sederahana saja, itu memang tidak ada," kata dia.
"Menendang apa saja di sekelilingnya adalah kebiasaan manusia," tambah dia. "Bermacam orang, di berbagai belahan dunia, mungkin saja atau tidak terkait dengan kebiasaan-kebiasaan itu, dan ini tidak otomatis membuktikan bahwa itu adalah asal sepak bola."
Pengarang sepak bola Inggris Jonathan Wilson sepakat dengan mengatakan aturan 1863 itu lalu disebarluaskan ke seluruh dunia oleh para pelaut dan pedagang Inggris.
"Tak jelas tujuannya mereka sampai ke bentuk lokal sepak bola yang perlu dilenyapkan sebelum permainan orang Inggris itu mengakar," kata dia. "Sedangkan budaya asing diadopsi ke aturan-aturan itu dan ditafsirkan menurut caranya sendiri."
Keheranan muncul ketika FIFA tiba-tiba mendukung klaim Tiongkok.
"Blatter melihat penjelasannya dalam membuat sepak bola sebagai olah raga terkaya di dunia dan dia sudah mencapai hal itu," kata Cashmore, yang bukunya berjudul "Football's Dark Side" mengupas korupsi dalam olah raga permainan itu.
"Untuk mempertahankan kedominan komersialnya, dia perlu terus menguasai wilayah-wilayah baru.
"Tiongkok adalah jelas: daerah yang luas, sebuah perekonomian yang tumbuh cepat dan penduduk yang menunjukkan antusiasme kepada olah raga ini."
FIFA dan Blatter telah dikritik karena sejumlah keputusannya tahun-tahun belakangan dengan yang paling kontroversial adalah memberikan hak tuan rumah Piala Dunia 2022 kepada Qatar, negeri kecil di Teluk yang kaya raya namun suhunya panas sekali.
Sejarawan Inggris Guy Walters dari New College of the Humanities, London, berkata kepada AFP, "Sejujurnya, saya terkejut dia tak menyatakan permainan itu berasal dari gurun pasir kuno di Qatar."