Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK belum memperdengarkan rekaman pembicaraan antara mantan anggota Komisi VI DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo kepada Direktur Utama PT PLN non-aktif Sofyan Basir.
"Hari ini belum ada pertanyaan-pertanyaan yang mengenai hal itu, artinya begini pak Sofyan Basir selama ini merasa tidak tahu soal uang fee, soal apapun itu, tetapi dari keterangan-keterangan di pengadilan pun saya tidak melihat itu. Saya masih mencoba mengonfirmasi alat bukti apa yang dipakai," kata pengacara Sofyan Basir, Susilo Aribowo di gedung KPK Jakarta, Senin.
Hari ini KPK memeriksa pertama kalinya Sofyan Basir sebagai tersangka dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Menurut Susilo, sebagai Dirut PT PLN, Sofyan tidak bisa menghindari pertemuan-pertemuan dengan mitra kerjanya.
"Pertemuan-pertemuan itu memang ada, tidak bisa kita hindari, pertemuan 9-10 kali ada, tapi substansi pertemuan itu apa? Tidak ada yang berkaitan dengan pembahasan fee itu tidak ada. Tetap Pak Sofyan bicara PLN, tidak bicara mengenai 'fee'," tambah Susilo.
Dalam sidang untuk Eni Maulani Saragih pada 18 Desember 2018 di pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK memutarkan percakapan antara Eni Maulani Saragih dan Johannes Kotjo terkait dengan "fee" yang akan diperoleh Sofyan bila dapat meloloskan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Percakapan tersebut adalah sebagai berikut:
Eni: SB bilang 'bu eni dapatnya harus yg the best ya.., karena di sini bu eni yg fight' saya bilang aman.. yg fight kita bertiga lah.. pak SB jg fight, Pak kotjo
Kotjo: Hahha iya ibu, kita semua
Eni: SB sgt mengerti itung-itungan, besok-besok katanya jangan di print print, langsung saja, biar cepat, gak bolak-balik hahaha
Kotjo: Besok-besok lebih cepat karena sudah tahu maunya pln
Eni: Thema baru harus langsung aja biar cepat
Kotjo: Beres
Eni: SB bilang anak2 saya diperhatikan juga ya biar mereka happy
Sofyan Basir diumumkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4).
Sofyan diduga membantu mantan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek IPP Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Dengan demikian PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
Terkait perkara ini, sudah ada tiga orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.