Semarang (ANTARA GORONTALO) - Mulai 1 Juli 2015 pengusaha kena pajak (PKP) wajib membuat e-faktur, khususnya yang terdaftar di kantor pelayanan pajak (KPP) wilayah Pulau Jawa dan Bali.
"Penerbitan e-faktur ini untuk mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan faktur pajak, misalnya wajib pajak (WP) non-PKP yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak menerbitkannya," kata Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jateng I Dasto Ledyanto di Semarang, Selasa.
Penyalahgunaan lain yang melibatkan faktur pajak, di antaranya terjadi keterlambatan dalam penerbitan, adanya faktur pajak fiktif, dan faktur pajak ganda.
E-faktur merupakan faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan disediakan oleh pihak DJP.
"Sejauh ini kami berusaha mengantisipasi penyalahgunaan faktur fiktif dengan membentuk satgas penanganan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (FP TBTS atau faktur fiktif)," katanya.
Dia menjelaskan Satgas FP TBTS tersebut merupakan bagian dari "soft law enforcement" dan upaya persuasif, yaitu memberikan kesempatan kepada WP pengguna faktur pajak untuk melakukan pembetulan SPT masa pajak pertambahan nilai (PPN) dan melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar.
Bila WP tidak bersedia melakukan pembetulan surat pemberitahuan atau SPT masa PPN, kasus WP akan ditingkatkan ke proses penyidikan yang diancam dengan pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Dia mengatakan hasil kinerja FP TBTS, terdapat 19 WP yang dipanggil.
Dari total tersebut, ada 14 WP yang hadir memenuhi panggilan DJP Jateng I, namun hanya 13 yang setuju mengembalikan uang negara dengan membuat surat pernyataan untuk membayar kembali kerugian negara dengan total Rp5.928.333.372.
"Sedangkan satu WP masih dalam proses klarifikasi, sedangkan untuk WP yang belum memenuhi panggilan akan kembali dipanggil untuk mengikuti proses yang berjalan," katanya.