Urgensi RUU EBET dan kontroversi power wheeling, bagaimana seharusnya?
Sabtu, 7 September 2024 13:28 WIB
Jakarta (ANTARA) - Dalam salah satu panel diskusi International Sustainibility Forum (ISF) 2024, bahasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) mengemuka.
RUU EBET dianggap oleh Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti, yang berbicara dalam forum tersebut, sangat penting untuk segera diterapkan guna mempercepat transisi energi di Indonesia.
Hingga saat ini Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memang masih terus menyusun RUU EBET. Akan tetapi di tengah desakan atas urgensi RUU tersebut, muncul pro dan kontra terkait skema power wheeling yang menjadi salah satu ketentuan dalam RUU tersebut.
Ada pihak yang menganggap skema tersebut sebagai bentuk liberalisasi di sektor ketenagalistrikan karena menciptakan mekanisme multi-buyer multi-seller (MBMS) yang memungkinkan pihak swasta dan negara untuk menjual energi listrik di pasar terbuka atau langsung ke konsumen akhir.
Namun banyak pula yang berpandangan power wheeling memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia jika diimplementasikan dengan baik.
Power wheeling pada akhirnya menjadi salah satu isu sentral dalam RUU EBET. Konsep ini memungkinkan produsen listrik independen (IPP) mengirimkan listrik mereka melalui jaringan transmisi atau distribusi milik pihak lain, yakni PLN, menuju konsumen tertentu.
Skema ini pada tujuan idealnya menjanjikan efisiensi dalam pemanfaatan jaringan listrik dan mendorong kompetisi di sektor ketenagalistrikan.
Akan tetapi beberapa catatan terkait implementasinya harus benar-benar diperhatikan karena risiko kerugian yang ditanggung juga tak kalah besarnya.
Untung rugi
Ketua Umum DPP SP PT PLN (Persero) M Abrar Ali menyampaikan kekhawatirannya yang mendalam bahwa power wheeling mungkin saja dapat menggerus permintaan listrik organik hingga 30 persen dan permintaan non-organik dari pelanggan konsumen tegangan tinggi (KTT) hingga 50 persen. Hal ini jelas akan berujung pada lonjakan beban APBN karena biaya membengkak yang harus ditanggung negara.
Di sisi lain, power wheeling merupakan implementasi dari skema MBMS yang melibatkan unbundling. Namun, hal ini bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2022 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004.
Skema ini juga akan menciptakan kompetisi di pasar penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, yang berpotensi mengurangi peran negara dalam menjaga kepentingan umum di sektor ketenagalistrikan.
Pada akhirnya, penerapannya berpotensi merugikan badan usaha milik negara (BUMN), APBN, dan konsumen secara akumulatif. Oleh karena itu, power wheeling dinilai berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi negara.
Dari sisi beban jaringan, ada kemungkinan terjadi peningkatan jumlah transaksi listrik melalui jaringan sehingga bisa meningkatkan beban pada jaringan transmisi dan distribusi, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Skema ini juga berpotensi mengurangi pendapatan PLN, terutama jika banyak konsumen besar yang memilih untuk membeli listrik langsung dari IPP.
Di sisi lain, implementasi power wheeling membutuhkan peraturan yang sangat detail dan kompleks untuk memastikan keadilan dan efisiensi dalam proses transaksi.
Belum lagi risiko keamanan sistem, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengancam keamanan sistem kelistrikan itu sendiri secara keseluruhan.
Akan tetapi jika power wheeling diterapkan dengan baik justru berpotensi menciptakan efisiensi jaringan yang memungkinkan pemanfaatan jaringan listrik secara optimal sehingga mengurangi investasi dalam pembangunan jaringan baru.
Dilihat dari perspektif yang berbeda, skema ini juga mendorong persaingan di sektor ketenagalistrikan, yang diharapkan dapat menurunkan harga listrik bagi konsumen.
Di samping itu juga bisa meningkatkan investasi karena dapat menarik lebih banyak investor di sektor energi terbarukan karena IPP memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam menjual listrik mereka.
Pada akhirnya skema ini potensial mendorong dekarbonisasi dengan lebih cepat, karena melalui pengembangan energi terbarukan, power wheeling sangat mungkin bisa mempercepat transisi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca dengan lebih cepat.
Bagaimana seharusnya?
Pro dan kontra skema power wheeling memang relevan untuk diangkat sebelum RUU EBET disahkan dan ini sekaligus mencerminkan kompleksitas isu tersebut dalam konteks transisi energi di Indonesia.
Jadi bagaimana seharusnya agar skema power wheeling dapat diterapkan secara optimal dan menemukan sisi positif yang lebih besar?
Ke depan jelas diperlukan perencanaan jaringan yang matang untuk memastikan bahwa jaringan transmisi dan distribusi mampu menampung tambahan beban akibat implementasi skema power wheeling.
Kemudian harus ada mekanisme tarif yang jelas. Pemerintah perlu menetapkan mekanisme tarif yang jelas dan transparan untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan perlakuan yang adil.
Tak kalah penting, peran regulator harus diperkuat untuk mengawasi pelaksanaan power wheeling dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Seiring dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor ketenagalistrikan untuk mendukung implementasi skema power wheeling.
Pemerintah juga harus terus-menerus melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan power wheeling untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dan melakukan penyesuaian kebijakan jika diperlukan.
Ketentuan dalam RUU EBET mengenai power wheeling juga harus benar-benar diperjelas dan ditingkatkan. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan di antaranya terkait definisi power wheeling yang harus dirumuskan secara jelas dan komprehensif untuk menghindari interpretasi yang berbeda.
Selanjutnya penting untuk menetapkan persyaratan teknis yang ketat demi memastikan keamanan dan reliabilitas sistem kelistrikan.
Sedangkan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif harus diatur dengan baik untuk menghindari konflik antara berbagai pihak yang terlibat dalam transaksi power wheeling.
Di sisi lain, perlindungan konsumen juga diatur untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan layanan listrik yang berkualitas dan terjangkau.
Power wheeling secara ideal berpotensi besar dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia.
Namun, implementasinya harus dilakukan secara hati-hati dan dengan perencanaan yang matang. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang disusun mampu mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul agar memberikan manfaat optimal bagi seluruh masyarakat.
Editor : Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Urgensi RUU EBET dan kontroversi power wheeling, bagaimana seharusnya?
RUU EBET dianggap oleh Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti, yang berbicara dalam forum tersebut, sangat penting untuk segera diterapkan guna mempercepat transisi energi di Indonesia.
Hingga saat ini Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memang masih terus menyusun RUU EBET. Akan tetapi di tengah desakan atas urgensi RUU tersebut, muncul pro dan kontra terkait skema power wheeling yang menjadi salah satu ketentuan dalam RUU tersebut.
Ada pihak yang menganggap skema tersebut sebagai bentuk liberalisasi di sektor ketenagalistrikan karena menciptakan mekanisme multi-buyer multi-seller (MBMS) yang memungkinkan pihak swasta dan negara untuk menjual energi listrik di pasar terbuka atau langsung ke konsumen akhir.
Namun banyak pula yang berpandangan power wheeling memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia jika diimplementasikan dengan baik.
Power wheeling pada akhirnya menjadi salah satu isu sentral dalam RUU EBET. Konsep ini memungkinkan produsen listrik independen (IPP) mengirimkan listrik mereka melalui jaringan transmisi atau distribusi milik pihak lain, yakni PLN, menuju konsumen tertentu.
Skema ini pada tujuan idealnya menjanjikan efisiensi dalam pemanfaatan jaringan listrik dan mendorong kompetisi di sektor ketenagalistrikan.
Akan tetapi beberapa catatan terkait implementasinya harus benar-benar diperhatikan karena risiko kerugian yang ditanggung juga tak kalah besarnya.
Untung rugi
Ketua Umum DPP SP PT PLN (Persero) M Abrar Ali menyampaikan kekhawatirannya yang mendalam bahwa power wheeling mungkin saja dapat menggerus permintaan listrik organik hingga 30 persen dan permintaan non-organik dari pelanggan konsumen tegangan tinggi (KTT) hingga 50 persen. Hal ini jelas akan berujung pada lonjakan beban APBN karena biaya membengkak yang harus ditanggung negara.
Di sisi lain, power wheeling merupakan implementasi dari skema MBMS yang melibatkan unbundling. Namun, hal ini bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2022 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004.
Skema ini juga akan menciptakan kompetisi di pasar penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, yang berpotensi mengurangi peran negara dalam menjaga kepentingan umum di sektor ketenagalistrikan.
Pada akhirnya, penerapannya berpotensi merugikan badan usaha milik negara (BUMN), APBN, dan konsumen secara akumulatif. Oleh karena itu, power wheeling dinilai berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi negara.
Dari sisi beban jaringan, ada kemungkinan terjadi peningkatan jumlah transaksi listrik melalui jaringan sehingga bisa meningkatkan beban pada jaringan transmisi dan distribusi, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Skema ini juga berpotensi mengurangi pendapatan PLN, terutama jika banyak konsumen besar yang memilih untuk membeli listrik langsung dari IPP.
Di sisi lain, implementasi power wheeling membutuhkan peraturan yang sangat detail dan kompleks untuk memastikan keadilan dan efisiensi dalam proses transaksi.
Belum lagi risiko keamanan sistem, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengancam keamanan sistem kelistrikan itu sendiri secara keseluruhan.
Akan tetapi jika power wheeling diterapkan dengan baik justru berpotensi menciptakan efisiensi jaringan yang memungkinkan pemanfaatan jaringan listrik secara optimal sehingga mengurangi investasi dalam pembangunan jaringan baru.
Dilihat dari perspektif yang berbeda, skema ini juga mendorong persaingan di sektor ketenagalistrikan, yang diharapkan dapat menurunkan harga listrik bagi konsumen.
Di samping itu juga bisa meningkatkan investasi karena dapat menarik lebih banyak investor di sektor energi terbarukan karena IPP memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam menjual listrik mereka.
Pada akhirnya skema ini potensial mendorong dekarbonisasi dengan lebih cepat, karena melalui pengembangan energi terbarukan, power wheeling sangat mungkin bisa mempercepat transisi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca dengan lebih cepat.
Bagaimana seharusnya?
Pro dan kontra skema power wheeling memang relevan untuk diangkat sebelum RUU EBET disahkan dan ini sekaligus mencerminkan kompleksitas isu tersebut dalam konteks transisi energi di Indonesia.
Jadi bagaimana seharusnya agar skema power wheeling dapat diterapkan secara optimal dan menemukan sisi positif yang lebih besar?
Ke depan jelas diperlukan perencanaan jaringan yang matang untuk memastikan bahwa jaringan transmisi dan distribusi mampu menampung tambahan beban akibat implementasi skema power wheeling.
Kemudian harus ada mekanisme tarif yang jelas. Pemerintah perlu menetapkan mekanisme tarif yang jelas dan transparan untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan perlakuan yang adil.
Tak kalah penting, peran regulator harus diperkuat untuk mengawasi pelaksanaan power wheeling dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Seiring dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor ketenagalistrikan untuk mendukung implementasi skema power wheeling.
Pemerintah juga harus terus-menerus melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan power wheeling untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dan melakukan penyesuaian kebijakan jika diperlukan.
Ketentuan dalam RUU EBET mengenai power wheeling juga harus benar-benar diperjelas dan ditingkatkan. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan di antaranya terkait definisi power wheeling yang harus dirumuskan secara jelas dan komprehensif untuk menghindari interpretasi yang berbeda.
Selanjutnya penting untuk menetapkan persyaratan teknis yang ketat demi memastikan keamanan dan reliabilitas sistem kelistrikan.
Sedangkan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif harus diatur dengan baik untuk menghindari konflik antara berbagai pihak yang terlibat dalam transaksi power wheeling.
Di sisi lain, perlindungan konsumen juga diatur untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan layanan listrik yang berkualitas dan terjangkau.
Power wheeling secara ideal berpotensi besar dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor ketenagalistrikan Indonesia.
Namun, implementasinya harus dilakukan secara hati-hati dan dengan perencanaan yang matang. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang disusun mampu mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul agar memberikan manfaat optimal bagi seluruh masyarakat.
Editor : Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Urgensi RUU EBET dan kontroversi power wheeling, bagaimana seharusnya?