Jakarta (ANTARA) - Belakangan ini, warga di kota-kota besar di Indonesia tengah dilanda demam gantungan kunci berwujud boneka monster dengan gigi tajam. Mereka rela antre selama berjam-jam di gerai penjual mulai subuh hingga tengah malam agar dianggap tidak ketinggalan zaman.
Segala sesuatu terkait dengan "Labubu", gantungan boneka itu yang merupakan buah karya seorang seniman asal Hong Kong, Kasing Lung, menjadi viral setelah personel band K-pop, Lisa "Blackpink" memopulerkannya lewat media sosial. Seketika banyak warganet yang memburu gantungan boneka itu merambah di kota-kota besar Indonesia dan menciptakan situasi dan perilaku nyaris tidak masuk akal lagi.
Gantungan boneka seharga ratusan ribu rupiah tersebut menjadi rebutan anak-anak hingga orang dewasa. Mereka semakin bangga bila memiliki lebih dari satu, untuk menunjukkan kelas ekonominya hingga membuat video yang diunggah bisa meraih ratusan viewer melalui berbagai platform media sosial, seperti Tiktok, Instagram, dan Facebook.
Dampaknya kemudian banyak orang tua yang mengeluh karena anak-anaknya memaksa untuk bisa memiliki gantungan kunci boneka itu agar tidak dianggap ketinggalan zaman dan dikucilkan oleh teman-teman di sekolah dan peer group-nya.
Sementara di kalangan orang dewasa, fenomena memasang gantungan boneka tersebut lebih kepada pamer dan aktualisasi diri agar diperhitungkan dalam pergaulan dan menjadi viral di media sosial.
Fenomena terobsesi pada benda berharga ratusan ribu rupiah tersebut memaksa sejumlah sekolah di Jakarta melarang murid-murid membawa benda itu ke sekolah karena telah membuat kesenjangan di antara murid hingga terjadi pengucilan, bahkan beberapa siswa tidak mau pergi ke sekolah karena merasa malu.
Fenomena untuk memiliki sesuatu yang sedang viral yang terjadi di masyarakat, menurut Ketua Umum Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia Fajar Eri Dianto, disebabkan oleh fenomena fear of missing out (FOMO).
FOMO merupakan ketakutan tertinggal momen di ranah daring, juga termasuk di dalamnya kekhawatiran tidak dapat memanfaatkan kesempatan terbaik dalam pergaulan dan aktivitas di media sosial dan sekitarnya.
Fenomena tersebut dapat berujung ke dampak negatif karena baik individu maupun kelompok harus mengikuti tuntutan dari lingkungan sosial sekalipun bukan sebuah prioritas bahkan cenderung sebuah keterpaksaan.
Karena itu, Fajar kemudian mengingatkan agar warganet tidak terjebak budaya konsumtif di ranah daring sebagai akibat adanya kecenderungan ketergantungan pemenuhan keinginan bersifat nonprimer.
Pasalnya, orang yang dihinggapi FOMO ada kecenderungan akan terus-menerus merasa perlu untuk terlibat dalam segala hal supaya dirinya tidak kehilangan momen atau peluang penting sehingga dapat mendorong masyarakat memiliki gaya hidup hedonis alias bersenang-senang tanpa batas.
Kesehatan mental
Pemanfaatan berlebihan dari teknologi digital dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Media sosial muncul sebagai salah satu sumber stres yang berkontribusi pada peningkatan gangguan kecemasan di kalangan penggunanya.
Kehadiran teknologi digital dan media sosial sering kali membuat tekanan tambahan dalam kehidupan masyarakat, khususnya remaja. Informasi yang terus-menerus datang dengan cepat, tuntutan untuk terhubung secara daring, serta perbandingan sosial dapat menyebabkan stres yang signifikan.
Selain dapat membanjiri pengguna dengan terlalu banyak informasi dan membuat diri merasa ketinggalan, media sosial juga membuat penggunanya lebih rentan menghadapi penipu yang bisa mengeksploitasi informasi pribadi untuk mendapatkan keuntungan.
Salah satu pemicu FOMO adalah penggunaan gawai tanpa kenal waktu untuk kepentingan berselancar di media sosial melalui berbagai platform yang menampilkan fitur-fitur yang mendukung untuk update video dan foto pada unggahan (posting) para pengguna.
Dampak terhadap kesehatan mental akibat pemakaian gawai berlebihan memicu munculnya perasaan cemas, kecewa yang berujung membanding-bandingkan kehidupan pribadi dengan orang lain yang terlihat lebih menyenangkan atau bahagia.
Remaja sering kali terpapar dengan jumlah informasi yang luar biasa besar setiap harinya. Memproses informasi yang terus-menerus dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesulitan dalam mengatur prioritas.
Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto mengingatkan seluruh lapisan masyarakat terkait pentingnya menjaga kesehatan mental (mental health) bagi siklus kehidupan manusia.
“No health without mental health. Kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesehatan, yang berdasarkan semboyan terkini diyakini bahwa tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental,” ujar Kasandra.
Kesehatan mental seseorang akan memengaruhi kemampuan kolektif dan individu sebagai manusia untuk berpikir, mengeluarkan emosi, berinteraksi satu sama lain, mencari nafkah, dan menikmati hidup.
Atas dasar ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa promosi, perlindungan, dan pemulihan kesehatan mental dapat dianggap sebagai perhatian penting bagi individu, komunitas, dan masyarakat di seluruh dunia.
Sehat berinternet
Pentingnya mengelola stres dengan mempelajari cara membangun hubungan lebih sehat dengan ruang digital menjadi solusi bijak yang disarankan perusahaan keamanan siber dan privasi digital global Kaspersky.
Perusahaan digital tersebut membagikan kiat sederhana untuk meminimalkan dampak penggunaan media sosial terhadap tingkat stres dengan mendorong agar pengguna atau warganet menerapkan pengaturan privasi akun daring secara tepat, penting dalam menjaga informasi pribadi dan menjaga keamanan digital.
Caranya dengan menyesuaikan siapa yang dapat melihat profil dan unggahan, pengguna dapat secara signifikan mengurangi risiko interaksi yang tidak diinginkan dengan orang asing yang mungkin memiliki niat buruk.
Warganet didorong untuk membatasi koneksi hanya kepada orang-orang yang dikenal secara pribadi akan mengurangi kemungkinan untuk menerima konten berbahaya atau berhadapan dengan penipu.
Upaya tersebut untuk menghadapi konten tidak pantas seperti adegan kekerasan atau kekejaman dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Dengan mengendalikan lingkungan digital melalui penerimaan permintaan pertemanan secara bijaksana, pengguna berkontribusi pada pengalaman daring yang lebih positif dan aman.
Selain itu, penggunaan alat jejaring sosial untuk mengelompokkan teman menjadikan berbagi lebih personal. Dengan mengategorikan teman, pengguna dapat berbagi lebih banyak konten pribadi dengan kelompok dekat sehingga memperoleh manfaat berbagi di media sosial dengan risiko lebih kecil.
Pengguna juga didorong untuk berpartisipasi melaporkan aktivitas mencurigakan dan penindasan di dunia maya ke platform media sosial, merupakan bagian dari upaya untuk menjaga lingkungan daring yang aman dan positif.
Saat melaporkan konten yang merusak atau penindasan di dunia maya, pengguna tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat luas.
Laporan semacam itu memungkinkan perusahaan media sosial untuk mengambil tindakan yang tepat, seperti menghapus konten berbahaya, melarang akun berbahaya, atau menerapkan fitur keamanan baru sehingga menciptakan ruang daring yang lebih aman bagi semua orang.
"Di dunia media sosial, menggabungkan teknologi dengan memilah informasi adalah cara terbaik untuk menjaga kesehatan mental kita. Solusi yang meningkatkan privasi dan keamanan pengguna, serta pendekatan kesadaran akan keterlibatan digital, dapat mengubah pengalaman online kita dari sumber stres menjadi interaksi positif," kata Anna Larkina, pakar analisis konten web di Kaspersky.
Seperti senjata, media sosial bisa mendatangkan kebaikan atau keburukan. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk mengedepankan unggahan positif untuk membangun hubungan yang lebih sehat dengan ruang digital tersebut.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bijak bermedia sosial agar tidak terjebak "FOMO"
Bijak bermedia sosial agar tidak terjebak "FOMO"
Selasa, 1 Oktober 2024 12:55 WIB