Gorontalo (ANTARA) - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) di bawah kepemimpinan Ketua Umum (Ketum) Sujahri Somar dan Sekretaris Jendral (Sekjen) Amir Mahfut memprioritaskan persatuan kader di seluruh tingkatan.
Ketum Sujahri, Kamis mengatakan menyesalkan adanya kegiatan organisasi yang mengatasnamakan ‘Rekonsiliasi GMNI' di Denpasar Bali, secara sepihak.
Menurutnya persatuan sejatinya bukanlah sekadar rekonsiliasi struktural di tingkat pusat, tetapi persatuan secara keseluruhan dari tingkat DPC, DPD hingga DPP yang dalam pengambilan keputusan secara organisasi harus mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Sujahri mengatakan kader GMNI agar tetap memegang teguh hasil Kongres XXII di Bandung, yang mengahasilkan keputusan secara sah.
Keputusan ini didasari dengan adanya surat rekomendasi sebanyak 89 surat rekomendasi DPC dan DPD defenitif.
Oleh karena itu kata dia, sangat disayangkan adanya sekelompok kader GMNI yang tidak menghormati hasil keputusan Kongres XXII Bandung.
"Langkah yang diambil oleh mereka sangat mencederai AD/ART. Tindakan ini sangat disayangkan dan mengakibatkan terceraiberainya Korpa ‘Pejuang-Pemikir Pemikir-Pejuang'. Meskipun adanya dinamika ini, membuat kami tetap berkomitmen menjaga keutuhan ditubuh GMNI," kata Sujahri.
Hal itu dibuktikan dengan langkah-langkah komunikasi secara organisasi melalui DPC dan DPD untuk membuka komunikasi dalam rangka mewujudkan persatuan GMNI.
Pihaknya mencermati kata Sujahri, ada upaya klaim sepihak dengan narasi rekonsiliasi ini bukanlah jalan menuju persatuan yang sejati dan utuh, melainkan sebuah sandiwara politik yang dangkal dan eksklusif.
Tindakan yang dilakukan, merupakan tindakan yang mencederai AD/ART organisasi serta penghianatan terhadap semangat Marhaenisme yang selama ini menjadi dasar perjuangan GMNI.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya menyatakan tidak anti persatuan, namun merindukan persatuan, yang telah dibuktikan pasca kongres Bandung.
Sujahri menyatakan bersama Sekjen Amir Mahfut, ia menginstruksikan kepada DPC dan DPD GMNI di seluruh Indonesia untuk membangun ruang komunikasi dalam rangka mengimplementasi komitmen persatuan tersebut.
Persatuan sejati tidak pernah dibangun di atas pondasi penghianatan terhadap konstitusi organisasi dan pengabaian terhadap kedaulatan kader.
'Kami memandang bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak lain di Bali, merupakan langkah sepihak, tidak sah, serta tidak memiliki legitimasi moral maupun legitimasi organisasi," kata Sujahri.
Merujuk AD/ART Pasal X tentang musyawarah dan mufakat adalah roh gerakan GMNI. Upaya rekonsiliasi yang dilaksanakan tanpa melibatkan struktur organisasi yang sah serta mengabaikan pimpinan hasil kongres, merupakan tindakan anti musyawarah yang bertentangan secara langsung dengan prinsip dasar kelembagaan GMNI.
Merujuk AD/ART Pasal V tentang keanggotaan, kedaulatan tertinggi organisasi berada di tangan anggota dan diwujudkan melalui Kongres. Pertemuan yang mengklaim persatuan tetapi tidak mengakui serta tidak melibatkan pimpinan hasil Kongres XXII Bandung merupakan pelecehan terhadap kedaulatan kader GMNI yang telah berjuang secara sah dan demokratis.
Ia menyerukan kepada seluruh DPC, DPD dan kader GMNI se Indonesia untuk menjadikan AD/ART sebagai kompas perjuangan serta hasil Kongres XXII Bandung sebagai pijakan konstitusional organisasi.
"Kembali ke garis Marhaenisme, fokus pada kerja-kerja organisasi dan pengabdian kepada rakyat. Bukan pada drama politik praktis yang melemahkan idealisme," katanya.
Mengedepankan sikap dewasa dan bijaksana dalam menyikapi dinamika organisasi. Serta memperkuat konsolidasi internal serta fokus pada agenda perjuangan rakyat
Kader diimbau menjaga GMNI agar tetap independen dan tidak terseret kepentingan politik praktis yang berpotensi merusak marwah organisasi.
"Mari kita jaga rumah besar GMNI dari tangan-tangan yang mencoba mengobral kehormatan organisasi demi kepentingan pribadi dan sesaat. GMNI harus tetap kokoh, beretika dan konstitusional," kata Sujahri.
