Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan ruang digital tidak bisa dikelola oleh satu pihak, tapi perlu kolaborasi berbagai pihak.
Menurutnya, kebijakan hanya berdampak jika dijalankan bersama dan diuji langsung di lapangan.
“Dunia digital bukan ruang yang bisa dijaga oleh satu pihak. Regulasi tidak akan bermakna tanpa kepatuhan, dan kebijakan tidak akan berdampak tanpa keterlibatan semua pihak. Sinergi menjadi kunci, terutama di sektor yang bergerak secepat ranah digital,” ujar Meutya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dia menyampaikan hal tersebut dalam ajang Digi Wave 2025, di Jakarta Pusat. Menurutnya, Digi Wave diposisikan sebagai ruang temu antara arah kebijakan dan realitas lapangan.
Forum tersebut tidak berhenti pada paparan capaian, tetapi membaca langsung tantangan konektivitas nasional dari pengalaman konkret.
Salah satunya tercermin dari penanganan gangguan layanan telekomunikasi saat banjir melanda Sumatera. Dalam forum tersebut, Meutya menyampaikan apresiasi kepada Telkomsel, Indosat, dan XLSmart atas respons cepat sejak hari pertama bencana dan komunikasi rutin selama proses pemulihan.
“Yang kami lihat bukan laporan di atas kertas. Tim turun ke lapangan dan bergerak cepat. Ini contoh kolaborasi yang bekerja,” kata Meutya.
Dampak kolaborasi tersebut terlihat dari capaian pemulihan jaringan. Layanan telah pulih 99 persen di Sumatera Barat dan hampir 98 persen di Sumatera Utara. Sedangkan di Aceh, pemulihan fisik infrastruktur telekomunikasi mendekati 90 persen.
“Angka ini menjadi pengingat bahwa tugas belum selesai. Di balik setiap persentase, ada warga yang menunggu sinyal untuk berkomunikasi dengan keluarga, mengakses informasi, bahkan menyelamatkan diri,” tegas Meutya.
Pengalaman lapangan tersebut dinilai dapat menjadi cermin kebijakan. Koordinasi daring harian antara pemerintah dan operator tidak berhenti pada laporan teknis. Fokusnya memastikan layanan kembali aktif secepat mungkin di titik terdampak.
Di tengah pertumbuhan industri digital yang semakin beragam, Meutya menilai ekosistem yang terbuka dan inklusif sebagai kekuatan utama.
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi Wayan Toni Supriyanto menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur digital tidak boleh berhenti pada indikator teknis.
“Ditjen Infrastruktur Digital memegang peran strategis di garda depan untuk mempercepat pemerataan infrastruktur digital, memperkuat sinyal, mengurangi blank spot, serta memperluas jangkauan jaringan hingga wilayah yang selama ini sulit terhubung,” ujar Wayan.
Ia menegaskan bahwa konektivitas menentukan akses warga untuk belajar, bekerja, dan berusaha. Tanpa fondasi digital yang kuat, transformasi digital tidak akan berjalan.
Menurut Wayan, Digi Wave menjadi bagian penting dari arah besar Indonesia Digital. Terhubung berarti akses merata dan terjangkau. Tumbuh berarti manfaat nyata bagi UMKM, talenta, dan layanan publik. Terjaga berarti ruang digital yang aman dan dapat dipercaya.
Kemkomdigi menetapkan tahun 2025 menjadi titik awal penguatan fondasi menuju Indonesia Digital 2045. Pada fase 2025 hingga 2029, pemerintah memfokuskan pembangunan infrastruktur yang stabil dan berkapasitas tinggi.
“Targetnya terukur. Fiber optik menjangkau 90 persen kecamatan. Mobile broadband mencakup 98 persen populasi. Kecepatan internet fixed dan mobile mencapai 100 Mbps pada 2029,” jelas Wayan.
Untuk mencapainya, pemerintah menjalankan langkah konkret seperti fiberisasi hingga desa, penambahan spektrum frekuensi, skema berbagi infrastruktur, penyederhanaan biaya regulasi agar investasi bergerak.
Digi Wave atau Digital Infrastructure Work Achievement Vibrant Expression sebelumnya dikenal sebagai IFaS Fest. Digi Wave menjadi panggung konsolidasi kebijakan dan praktik lapangan untuk memastikan digitalisasi nasional bertumpu pada fondasi yang nyata dan menjangkau seluruh Indonesia
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkomdigi sebut perlu kolaborasi dalam mengelola ruang digital
