Jakarta (ANTARA GORONTALO) -
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, industri TPT nasional
mampu berdaya saing global. Pasalnya, sektor andalan ini telah
terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki
kualitas yang baik di pasar internasional.
“Khusus untuk industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati China. Bahkan, Di Brasil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80 persen,†kata Airlangga melalui keterangannya diterima di Jakarta, Sabtu.
Airlangga menambahkan, pemerintah tengah berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal.
“Saat ini dalam proses negosiasi untuk bilateral agreement tersebut, karena bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen, sedangkan ekspor Vietnam ke Amerika dan Eropa sudah nol persen,†tuturnya.
Kemenperin mendorong industri TPT nasional agar segera memanfaatkan teknologi digital seperti 3D printing, automation, dan internet of things sehingga siap menghadapi era Industry 4.0.
Upaya transformasi ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, selain melanjutkan program restrukturisasi mesin dan peralatan.
Lebih lanjut, Kemenperin terus berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk mengatasi impor ilegal produk TPT dalam bentuk borongan.
“Kami juga akan perhatikan dan ada tindakan tegas untuk impor baju bekas yang masuk melalui pelabuhan ‘tikus’,†imbuh Airlangga.
Pada semester I tahun 2017, industri TPT nasional mengalami peningkatan permintaan hingga 30 persen, khususnya pasar dalam negeri, sehingga ikut mendorong kenaikan utilisasi produksi mencapai 5-10 persen.
Laju pertumbuhan dari sektor padat karya berorientasi ekspor ini juga menanjak sebesar 1,92 persen (YoY) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, kinerja positif ini juga dinilai oleh kalangan pelaku industri TPT nasional.
“Salah satunya karena peran dari Satuan Tugas Penertiban Impor Barang Berisiko Tinggi yang dibentuk oleh pemerintah. Saat ini, industri TPT dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga 60 persen,†kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono.
Sigit menambahkan, faktor pendongkrak lainnya adalah melalui penerapan kebijakan fiskal dan non-fiskal dari beberapa paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Hal ini sebagai langkah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
“Misalnya, memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance untuk industri yang mengembangkan vokasi dan inovasi,†ujarnya.
Guna mendukung peningkatan kinerja industri TPT nasional, pemerintah juga memangkas berbagai peraturan, perizinan, dan birokrasi agar memudahkan pelaku industri dalam berusaha di Indonesia.
Selain itu, mengawal sistem pengupahan untuk menjamin kepastian bagi tenaga kerja dan pelaku usaha dan mengembangkan pusat logistik berikat (PLB).
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, penjualan tekstil di dalam negeri bakal melonjak hingga 32,85 persen pada tahun ini menjadi 9,3 miliar dollar AS, dibanding tahun lalu sebesar 7 miliar dollar AS.
Tingginya pertumbuhan penjualan tersebut didorong keberhasilan Satuan Tugas Penertiban Impor Berisiko Tinggi yang mampu membendung laju tekstil impor ke pasar domestik.