Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan salah satu alasan mengapa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ditarik dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 adalah karena pro dan kontra yang masih sangat tinggi.
"Pro dan kontra masih sangat tinggi, bahkan dari judul saja masih belum ketemu. Tapi karena pernah dibahas pada periode lalu dan ada keputusan 'carry over', maka tetap dimasukkan," kata Yandri saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan seiring dengan perjalanan waktu, ternyata pertentangan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual tidak kunjung mereda, hingga kemudian terjadi pandemi COVID-19.
Karena itu, Komisi VIII DPR menganggap perlu lebih memprioritaskan rancangan undang-undang lain yang lebih berkaitan dengan penanganan COVID-19.
Rancangan undang-undang itu adalah Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
"Menurut kami, itu jauh lebih prioritas untuk dibahas dan pro-kontranya tidak terlalu tinggi dibandingkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual," tuturnya.
Selain itu, terkait dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Yandri mengatakan juga terjadi pro dan kontra yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
"Perlu menunggu revisi KUHAP yang ternyata nasibnya juga sama, periode lalu tidak jadi disahkan di paripurna karena pro-kontranya juga sangat tinggi," jelasnya.
Menurut Yandri, pasal-pasal pemidanaan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sangat berkaitan dengan revisi KUHAP dan KUHP.
"Kalau membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, sementara soal pemidanaan belum jelas, tidak ada artinya. Maka kami sepakat menarik dulu," katanya.
DPR: Pro-kontra RUU PKS masih sangat tinggi
Kamis, 2 Juli 2020 15:37 WIB