Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Berdasarkan hasil analisis citra satelit yang dilakukan Destructive Fishing Watch Indonesia (DWF), areal tutupan karang di perairan Kecamatan Lemito dan sekitarnya di Kabupaten Pohuwato berkurang 134 hektar.
"Pada tahun 1990 tutupan terumbu karang di wilayah ini masih sebesar 883,62 hektar, sedangkan pada tahun 2014 berkurang menjadi 749,61 hektar," ungkap Nilmawati, perwakilan DFW Indonesia yang melakukan penelitian di wilayah tersebut.
Padahal Lemito termasuk dalam Teluk Tomini, yang menjadi jantung dari segitiga terumbu karang dunia atau coral triangle.
Meski pengurangan luas areal tutupan tersebut tidak besar dan tidak signifikan, namun upaya pemulihan tidak akan bisa mengejar laju kerusakan yang terjadi mengingat terumbu karang hanya tumbuh sebesar 1 sentimeter per tahun.
Berdasarkan hasil pengamatan DFW di Lemito dan Popayato, nelayan pengguna alat tangkap yang merusak seperti bom (blast fishing) mampu menghasilkan rata-rata 700 kilogram ikan dalam sekali beroperasi.
Sedangkan nelayan yang menggunakan pukat dan menyelam dengan kompresor sebagai alat bantu dapat menghasilkan rata-rata 200 kilogram.
"Hasil ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan penghasilan nelayan yang menggunakan pancing dan panah. Mereka hanya mampu menghasilkan masing-masing 5 persen dan 7 persen dari penghasilan nelayan yang pakai bom," tandasnya.
Menurutnya, masyarakat Lemito pun mulai merasakan dampak dari aktivitas merugikan tersebut diantaranya berupa menurunnya hasil laut yang diperoleh belakangan ini.
Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan itu juga mengancam keberadaan lahan budidaya rumput laut di kawasan itu.
DWF mendesak pemerintah untuk mengambil langkah strategis dalam penyelamatan terumbu karang di kawasan tersebut, dengan mengatasi tingginya aktivitas yang merusak.
"Komitmen dan upaya tegas dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang bisa memotong rantai perdagangan dapat dilakukan,karena produk yang dihasilkan dari aktivitas merusak ini masih memiliki pasarnya sendiri," tambah Nilma.