Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar
Tandjung menegaskan, seluruh jajaran Golkar harus bisa menyelesaikan
masalah internal secara sungguh-sungguh seperti halnya mampu
menyelesaikan persoalan di masa sulit tahun 1998.
Akbar kepada pers di Jakarta, Minggu, mengaku sedih dengan kondisi Partai Golkar saat ini.
Dia berharap persoalan Partai Golkar saat ini tidak dianggap sepele dan harus bisa diselesaikan dengan sungguh-sungguh.
Partai Golkar harus bisa menghadapi tantangan ini karena di awal
reformasi Partai Golkar meski menghadapi tantangan yang berat bisa
melewatinya.
"Saya sebagai mantan ketua umum Golkar, yang telah menghadapi betapa
beratnya cobaan diawal reformasi saat kantor-kantor kita dibakar, saya
dan bahkan istri saya dikejar-kejar," katanya.
Dia menyatakan, sangat sedih kalau masalah ini tidak bisa
diselesaikan dengan sungguh-sungguh. Kondisi saat ini jangan dianggap
hal sepele.
"Tapi sayangnya saya mendapat kesan seperti itu. Pernyataan Jusuf
Kalla (JK) yang yakin bisa menyelesaikan, apa iya seperti itu?," ujar
Akbar.
Dia pun menyayangkan kesepakatan yang dilakukan kedua kubu yang
bertikai yang hanya diselesaikan tanpa melibatkan seluruh pihak di
Golkar. Peristiwa yang sedemikian penting seharusnya dibicarakan
bersama.
"Jangan ambil putusan sendiri karena ini bukan urusan pribadi tapi
urusan Golkar, urusan bersama dan demi kepentingan bangsa," katanya.
Padahal, kata Akbar, dari pengalamannya mengahadapi tekanan di awal
reformasi ada pengalaman yang bisa dibagi karena meski tekanan saat itu
begitu berat, Partai Golkar berhasil ikut pilkada dan bahkan memenangkan
pemilu berikutnya.
"Sudah banyak kontribusi Golkar bagi Indonesia, seharusnya ini
urusan dan gawenya kita bersama. Saya saja gak pernah diajak dan mintai
keterangan, sekedar diberi informasi saja saya tidak," katanya.
Padahal dewan pertimbangan yang dipimpinnya sesuai AD/ART bertugas
memberikan masukan baik diminta atau tidak terhadap putusan-putusan yang
akan diambil oleh DPP.
Dewan pertimbangan selama ini, menurut dia, sangat aktif dan bahkan
pada pertemuan terakhir, Aburizal sempat datang dalam pertemuan tersebut
dan menjelaskan bahwa masalah akan segera selesai tapi sama sekali
tidak menceritakan akan mengambil langkah seperti ini.
"Ya kita sempat bertemu, tapi tidak ada satupun pernyataan Aburzal terkait langkahnya ini," katanya.
Yakin
Akbar mengemukakan dari awal dirinya yakin konflik ini tidak akan
cepat bisa selesai. Keyakinan Akbar itu terlihat ketika kubu Agung
Laksono mendaftarkan gugatan ke PN Pusat dan kubu Aburizal Bakri
mendaftarkan hal ini ke PN Barat.
"Setelah ada dua gugatan ini kami perkirakan gak akan selesai sebelum pilkada serentak," katanya.
Saat itu Akbar dan kawan-kawan di dewan pertimbangan pun
memperkenalkan dilakukannya munaslub. Menurut dia, hal itu diperintahkan
oleh AD/ART Partai Golkar. Munaslub dapat dilakukan jika Partai Golkar
terancam.
AD/ART menggariskan jika partai terancam bisa dilakukan munaslub, dalam hal ini terancam tidak bisa ikut pilkada.
"Ini bisa dilakukan asalkan disetujui oleh 2/3 DPD I. Tapi saat
itu Aburizal yakin hal ini bisa diselesaikan sebelum tanggal 20 April,"
katanya. Tapi nyatanya tidak selesai.
"Saat ini ada proses kasasi, saya tidak melihat dalam perspektif
hukum atau pengadilan bisa selesai dalam waktu cepat," katanya.
Usulan itu diakui Akbar diajukan oleh dewan pertimbangan meski saat
itu dirinya yakin bahwa Munas Bali yang diselenggarakan oleh pengurus
resmi hasil munas Riau karena munas Riau diikuti oleh para pengurus dari
hasil musyawarah darah yang sah yang diwakili oleh DPD I dan DPD II
dengan ada Aburizal sebagai ketum, Idrus Markham sebagai sekjen dan
Agung Laksono sebagai wakil ketua umum.
"Keabsahannya sudah benar, tapi kenyataannya Agung bisa melaksanakan
munas dengan melakukan Plt dan justru diakui oleh pemerintah dan bahkan
keputusan mahkamah partai pun menurut pemerintah mendukung Agung," kata
mantan Ketua DPR ini.
Dia pun mengingatkan bahwa masalah pilkada ini penting bagi Partai
Golkar karena partai memiliki fungsi rekrutmen untuk mengisi
jabatan-jabatan politik baik di eksekutif maupun legislatif.
"Jadi kalau kita tidak ikut serta berarti kita tidak melaksanakan
kewajiban. Kalau Aburizal katakan tidak ada korelasinya antara pemilu
legislatif dan pilkada karena meskipun Golkar menang pilkada di 59
persen daerah, hasil pemilu Cuma 14 persen," katanya.
"Kalau cara berpikir saya terbalik, kalau dengan 59 persen kepala
daerah saja kita hanya dapat 14 persen, bagaimana kalau di bawah itu?,"
katanya.
Akbar Tanjung: Golkar harus bisa selesaikan masalah internal
Senin, 13 Juli 2015 8:29 WIB