Gorontalo (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, optimistis melalui gerakan perbaikan gizi keluarga dapat mencegah terjadinya kasus gagal pertumbuhan pada anak atau kekerdilan yang disebut stunting.
"Perbaikan gizi ibu hamil serta pada bayi mulai dari usia nol melalui pemberian air susu ibu (ASI) sampai bisa mendapatkan makanan pendamping ASI. Dengan edukasi yang tepat, tentu dapat mengatasi terjadinya stunting," kata Ketua DPRD Gorontalo Utara, Deisy Sandra Maryana Datau, di Gorontalo, Minggu.
Sehingga prioritas penanganan stunting melalui perbaikan gizi perlu terus disampaikan kepada masyarakat.
Khususnya bagi sasaran penanganan stunting, baik generasi muda atau remaja putri sebagai calon ibu maupun para ibu hamil.
DPRD pun kata dia, memberi dukungan penuh pada penganggaran untuk penanganan stunting melalui anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD P) Tahun Anggaran 2022.
Melalui anggaran tersebut, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk menggencarkan program penanggulangan stunting.
Bupati Gorontalo Utara, Thariq Modanggu, mengatakan, pihaknya membentuk tim percepatan penanganan stunting.
Juga mengapresiasi dukungan DPRD setempat dalam pengalokasian anggaran untuk penanganan tersebut.
Mengingat kasus stunting di daerah ini cukup tinggi. Seperti di 12 desa lokasi fokus penanganan, terdapat 291 kasus stunting.
"Ini menjadi perhatian serius yang memerlukan penanganan dari hulu ke hilir," katanya.
Langkah percepatan yang akan dilakukan saat ini kata Thariq, yaitu membuat sistem informasi terpadu.
"Saya menyebutnya sistem informasi cegah stunting atau disingkat 'Si Cantik'," katanya.
Melalui sistem tersebut, penanganan stunting dari hulu ke hilir diyakini akan mudah dilakukan melalui penyajian data akurat.
Sehingga seluruh tim atau petugas, dapat segera menangani potensi kasus stunting yang ditemukan atau dilaporkan.
Pemerintah daerah menargetkan, pada tahun 2023, kasus stunting di daerah ini bisa turun menjadi 1 digit dari jumlah kasus yang mencapai 18 persen.***