Hal tersebut dikatakan Nelson Pomalingo pada pelaksanaan Du'a Lo'u Lipu atau doa untuk negeri di Gedung Olahraga David-Tonny, Limboto. Jumat.
"Idul Fitri dapat dimaknai secara lebih hakiki, yakni menjadi titik pangkal untuk menjalani hidup yang lebih baik, berbasis pada silaturahim, interaksi dan jejaring pada 11 bulan ke depan," ucap Nelson.
Menurut dia, Hari Raya Idul Fitri tidak hanya dimaknai secara harfiah "kembali kepada fitrah", sebagai manusia yang suci setelah meraih rahmat, maghfirah dan pengampunan setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa.
Ia menjelaskan, Idul Fitri tidak hanya menjadi momentum untuk saling memaafkan, tapi yang terpenting adalah tekad bulat untuk menjalani hidup dengan baik.
Hidup yang ideal menurut Nelson adalah kesadaran yang tinggi sebagai makhluk sosial, yang harus menjalin silaturahim, berinteraksi dan membangun jaringan kerja untuk kemaslahatan bersama.
Menurutnya, berbagai perbedaan pendapat, perbedaan warna politik, perbedaan suku dan agama dapat dipandang sebagai rahmat, yang sejati nya menjadi sumber inspirasi untuk saling menghargai dan tetap menjalin kebersamaan demi kemajuan bersama.
Demikian juga, dalam konteks tahun politik 2024 ini, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo mengatakan, siapapun bisa saja memiliki kenderaan yang berbeda maupun warna politik yang berbeda, namun memiliki satu tujuan yang sama untuk mewujudkan kemajuan dan masa depan Gorontalo yang lebih baik.
Gorontalo sebagai daerah adat, leluhur Gorontalo sejak awal telah mewariskan nilai-nilai kekeluargaan yang tercermin dari adanya istilah Pohala'a yang berarti satu rumpun keturunan Gorontalo, yang sudah dianut dan diajarkan oleh para pendahulu Gorontalo.
"Melalui semangat Pohala'a itulah, maka berbagai aspek yang terkait dengan urusan kehidupan di dunia ini, senantiasa merujuk pada semangat untuk saling menghormati, saling menghargai, sehingga segala bentuk interaksi dan jejaring untuk membangun kemajuan dan masa Gorontalo akan berlangsung dengan baik dan elegan," ujar Nelson Pomalingo.