Ketua Umum KTI Aloysius Maria Tjahja Adji dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu, mengatakan, pihaknya berharap pemerintah dapat bersikap bijak dalam menanggapi permohonan ini, mengingat pentingnya thrifting bagi ekonomi rakyat.
"Kami pengurus yayasan menyatakan bahwa pakaian bekas justru mendukung ekonomi sirkular serta lebih ramah lingkungan karena dapat meminimalkan sampah rumah tangga," katanya.
Dalam suratnya, KTI mengusulkan agar impor pakaian bekas diperbolehkan dalam skala dan volume tertentu, melalui pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk.
Mereka juga meminta telaah lebih lanjut dari Kementerian Perdagangan terkait dasar-dasar penerbitan peraturan tersebut, sembari menegaskan bahwa jika diskresi ini tidak diberikan, KTI akan mempertimbangkan langkah hukum untuk merevisi Permendag.
Dirinya mengatakan hampir 50 persen anak muda Indonesia telah mencoba thrifting, ini menandakan bahwa gaya hidup tersebut sudah menjadi tren populer di kalangan masyarakat.
Lebih lanjut, ia menyampaikan larangan impor pakaian bekas berdasarkan alasan merugikan industri tekstil nasional dianggap tidak tepat.
Pihaknya menilai bahwa penurunan kinerja sejumlah pabrikan pakaian disebabkan oleh masalah keuangan dan manajemen internal, bukan semata-mata akibat persaingan dengan produk thrifting.
KTI juga menyoroti anomali dalam kebijakan pemerintah yang mengizinkan impor alat-alat bekas seperti pesawat, kapal dan alat medis, tetapi melarang impor pakaian bekas yang tidak menimbulkan risiko besar bagi pengguna.
Mereka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste yang justru memanfaatkan impor pakaian bekas sebagai sumber pendapatan negara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KTI ingin pemerintah keluarkan diskresi terbatas impor pakaian bekas