Jakarta (ANTARA) - Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Riandy Laksono menyampaikan perlunya Pemerintah memberi stimulus dan perlindungan sosial bagi para pekerja demi meningkatkan konsumsi rumah tangga dalam negeri.
Menurutnya, meningkatkan konsumsi rumah tangga saat ini merupakan satu-satunya cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian di tingkat global.
“Satu satunya jalan adalah membuat bantalan konsumsi menjadi lebih empuk, paling tidak kalau pertumbuhan ekonomi melambat jatuhnya tidak kencang banget, yaitu memberikan stimulus dan perlindungan sosial bagi pekerja,” ujar Riandy dalam diskusi CSIS bertajuk “Mengejar Target 8 perseb di Tengah Melambatnya Perekonomian: Setengah Tahun Pemerintahan Prabowo” di Jakarta, Rabu.
Ia mencontohkan, pemberian stimulus kepada para pekerja misalnya menambah durasi pemberian Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi satu tahun dari awalnya selama enam bulan.
Sehingga, Gross Replacement Rate (tingkat penggantian pensiun bruto) atau manfaat uang tunainya bisa lebih meningkat.
“Misalnya lewat JKP dibuat lebih generous lagi, durasinya ditambah ga cuma enam bulan tapi setahun, pro long periode of eversity. Gross Replacement Rate atau manfaat uang tunainya bisa meningkat,” ujar Riandy.
Untuk mendukung program ini, menurutnya, pemerintah perlu menata ulang kembali program- program prioritas di tengah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sedang tertekan saat ini.
Menurutnya, prioritas saat ini sudah berbeda dibandingkan pada awal 2025 seiring adanya tensi ekonomi dan geopolitik di tingkat global.
“Potensi resesi di AS meningkat karena kontraksi ekonomi, jadi risiko resesi semakin jelas. Di saat perubahan cuaca ekonomi berubah seharusnya pemerintah mengubah lagi menyesuaikan perkembangan zaman,” ujar Riandy.
Demi mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, Ia menyebut, Indonesia sudah tidak bisa mengandalkan dari sisi investasi dan pasar ekspor di tengah masih berlangsungnya tensi perang dagang di tingkat global.
“Soal diversifikasi (ekspor), di tengah pelemahan permintaan global, apabila menggunakan diversifikasi kurang efektif karena permintaan global turun hampir dari semua negara,” ujar Riandy.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87 persen year-on-year (yoy) pada triwulan I 2025, atau menurun dibandingkan kuartal sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga pertumbuhannya menurun menjadi 4,89 persen (yoy) pada kuartal I-2025, namun masih menjadi kontributor tertinggi sebesar 54,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti CSIS: Pemerintah perlu beri stimulus demi pertumbuhan ekonomi