Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa seluruh negara anggota Developing Eight (D-8) menunjukkan solidaritas dan dukungan penuh yang berkelanjutan serta tanpa syarat bagi Palestina.
“Semua anggota D-8 yang mewakili ekonomi negara mayoritas penduduk Islam menunjukkan solidaritas dan dukungan penuh tiada henti dan tanpa syarat bagi saudara-saudara kita di Palestina,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Tri Tharyat, di Jakarta, Jumat.
Developing Eight (D-8) merupakan organisasi kerja sama ekonomi yang didirikan pada 15 Juni 1997 dan beranggotakan delapan negara berkembang berpenduduk mayoritas Muslim, yaitu Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki. Azerbaijan resmi bergabung anggota penuh D-8 pada Maret 2025.
Tri menyampaikan pernyataan solidaritas untuk Palestina dalam acara Arah Kebijakan dan Prioritas Keketuaan Indonesia pada D-8 yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat.
Indonesia akan akan menjabat sebagai Ketua D-8 pada periode 2026–2027 dan mengusung tema Navigating Global Shifts: Strengthening Equality, Solidarity and Cooperation for Shared Prosperity. Pemerintah berencana menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi D-8 pada 15 April 2026 di Jakarta.
Menurut Tri, Indonesia sebagai Ketua D-8 periode 2026–2027 berencana menggelar sesi khusus mengenai Palestina dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi D-8 2026 sebagai wujud komitmen kemanusiaan dan solidaritas. Sesi tersebut diharapkan menghasilkan sebuah Joint Declaration.
“Sebagai satu tradisi yang sudah dilakukan Mesir tahun lalu, akan ada sesi khusus mengenai Palestina. Masih kita godok tema-nya,” ujar Tri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eropa II Kementerian Luar Negeri RI Punjul Setya Nugraha, yang sebelumnya pernah menjabat posisi Direktur Kerja Sama Ekonomi D-8 selama tiga tahun, menegaskan bahwa organisasi ekonomi tersebut tidak dapat menutup mata terhadap situasi yang terjadi di Palestina.
Sementara itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), baru-baru ini mengadopsi resolusi yang menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak atas pembentukan Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Rancangan resolusi tersebut disetujui oleh 164 negara anggota. Delapan negara menolak, yakni Israel, Amerika Serikat, Mikronesia, Argentina, Paraguay, Papua Nugini, Palau, dan Nauru. Sementara itu, sembilan negara memilih abstain, yaitu Ekuador, Togo, Tonga, Panama, Fiji, Kamerun, Kepulauan Marshall, Samoa, dan Sudan Selatan.
Dokumen itu menegaskan kembali posisi lama PBB yang mengakui hak rakyat Palestina untuk secara bebas menentukan status politik mereka serta mengejar pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya tanpa campur tangan pihak lain.
Punjul Setya Nugraha selanjutnya menyatakan seluruh negara anggota D-8 yang juga merupakan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) memiliki pengaruh signifikan, sehingga D-8 menempati posisi strategis dan memiliki peran penting di dalam organisasi tersebut.
“Kita tidak bisa mengesampingkan atau mengabaikan kejadian, ketidakadilan yang dialami bangsa Palestina, sehingga, dalam kapasitas D-8, memungkinkan untuk memberi perhatian kepada Palestina dan mendukung sejauh mungkin,” jelas Punjul.
Meski gencatan senjata mulai berlaku pada 10 Oktober, kondisi kehidupan di Jalur Gaza belum membaik. Israel terus memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya truk bantuan kemanusiaan. Tindakan tersebut melanggar protokol kemanusiaan dalam perjanjian gencatan senjata.
Israel juga telah menewaskan lebih dari 70.000 orang yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 171.000 lainnya dalam serangan ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023, yang terus berlanjut hingga kini, meskipun ada gencatan senjata.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemlu: D-8 tegaskan solidaritas penuh dan tanpa syarat untuk Palestina
