Gorontalo (ANTARA) - Susu kambing lokal Gorontalo dinilai memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri pangan berbasis susu. Hal ini terungkap dalam hasil penelitian yang dipublikasikan pada jurnal bereputasi internasional Q1 Scopus yaitu Discover Food (Springer Nature) berjudul “Characterization of Physicochemical and Rheological Properties of Gorontalo Local Goat Milk for Dairy Technology Applications”
Penelitian tersebut dilakukan oleh tim peneliti lintas institusi yang dipimpin oleh Agus Bahar Rachman dari Universitas Negeri Gorontalo bersama Fahrul Ilham (Universitas Negeri Gorontalo), Lukman Hakim (PRTPP BRIN), Nicolays Jambang (PRTPP BRIN), dan Andi Patiware dari Metaragakusuma Research Institute for Humanity and Nature. Studi ini mengkaji karakteristik fisikokimia dan reologi susu kambing dari empat genotipe yang dipelihara secara tradisional di Gorontalo, yakni kambing Kacang, kambing lokal Gorontalo, kambing Peranakan Etawa, dan kambing persilangan Saanen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kambing sangat memengaruhi kualitas susu. Susu dari kambing persilangan, khususnya Saanen dan Peranakan Etawa, memiliki kandungan protein total dan fraksi kasein yang lebih tinggi, sehingga sangat potensial untuk diolah menjadi produk susu berprotein tinggi seperti keju dan yoghurt. Sementara itu, susu kambing Kacang memiliki kandungan protein whey yang lebih dominan dan lebih mudah dicerna, sehingga cocok untuk produk pangan fungsional dan nutrisi khusus
Agus Bahar Rachman menjelaskan bahwa pengembangan susu kambing di Gorontalo sangat relevan dengan kondisi geografis dan iklim daerah.
“Karena kondisi Gorontalo lebih mudah mencari kambing dibandingkan sapi perah, dan kondisi temperatur yang ada di Gorontalo ini kan di atas normal suhu ruang 27 derajat. Jadi kalau dikondisikan dengan suhu ruang Gorontalo yang tinggi, otomatis hanya kambing yang bisa bertahan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pengembangan sapi perah membutuhkan syarat lingkungan yang jauh lebih spesifik.
“Untuk sapi sendiri yang fokus di sapi perah, kita harus melihat kondisi temperatur yang rendah, di bawah 15 derajat, jadi suhu dingin dan daerah pegunungan. Itu yang membuat pengembangan sapi perah kurang cocok di Gorontalo,” jelasnya.
Lebih lanjut, Agus menilai pengembangan industri susu kambing di daerah dapat diakselerasi melalui kebijakan nasional.
“Untuk pengembangan industri susu kambing, ini bisa diinisiasi dengan adanya program Koperasi Merah Putih yang dikembangkan Presiden Prabowo. Setiap koperasi yang ada di desa bisa mengembangkan peternakan kambing,” katanya.
Menurutnya, peluang pengembangan susu kambing di Gorontalo sebenarnya sangat besar dan tinggal menunggu perubahan pola pikir masyarakat.
“Di Gorontalo bagus perkembangannya, tinggal bagaimana masyarakat mau berpikir mengenai kebutuhan pangan fungsional. Karena dilihat dari sisi kesehatan, susu kambing itu lebih bagus dari susu sapi,” ungkap Agus.
Ia menjelaskan bahwa keunggulan susu kambing terletak pada kandungan protein tertentu yang lebih ramah bagi sistem pencernaan.
“Kenapa bisa dikatakan lebih baik, karena kandungan proteinnya, terutama di bagian laktoglobulin dan laktoferin. Ketika orang minum susu kambing, insyaallah tidak mengalami lactose intolerance, seperti langsung sakit perut atau diare. Kalau susu kambing tidak, karena ukuran globula protein pada susu kambing lebih mudah dicerna dibandingkan dengan globula pada susu sapi,” jelasnya.
Penelitian ini sekaligus menegaskan bahwa susu kambing lokal Gorontalo memiliki karakteristik reologi yang baik, stabil, dan sesuai untuk berbagai aplikasi teknologi pangan. Temuan ini diharapkan dapat mendorong pengembangan industri susu kambing berbasis potensi lokal sekaligus meningkatkan nilai ekonomi peternak di Gorontalo.
Baca juga : Dosen UNG Ungkap Potensi Besar Susu Kambing Lokal Gorontalo untuk Industri Olahan Susu
