Jakarta (Antaranews Gorontalo) - Sudah dua kali Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo mengadakan gelar griya (open house) pada hari raya Idulfitri yaitu pada 2017 di Istana Negara, Jakarta dan 2018 di Istana Bogor.
Dalam dua hajatan itu, masyarakat menyambut dengan semarak kesempatan untuk bertemu, bersalaman hingga berfoto dengan orang nomor satu di Indonesia tersebut. Buktinya, antrian masyarakat maupun pejabat yang ingin bersalaman dengan Presiden dan Ibu Negara seperti tak putus-putus bahkan melewati waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.
Meski sama-sama terbuka untuk masyarakat, gelar griya dalam dua tahun itu punya sedikit perbedaan khususnya dalam tampilan tamu yang ikut bersilaturahim.
Dalam gelar griya 2018 di Istana Kepresidenan Bogor tampak masyarakat di sekitar Bogor yang cukup mengenakan kaus, celana panjang dan sandal jepit untuk bersilaturahim, tampilan yang tidak ditemukan saat gelar griya 2017 di Istana Negara.
Salah seorang warga masyarakat yang tampil dengan "sandalan" adalah Ajum Jumhadi salah satu penarik becak yang biasa "mangkal" di depan lembaga pemasyarakatan (lapas) Paledang, Bogor.
"Ini pertama bertemu Presiden, pertama masuk Istana Presiden, saya hanya ingin mengucapkan selamat Idul Fitri saja," kata Ajum Jumhadi yang datang bersama dengan rekan-rekannya yang juga menarik becak
Mereka mendapat giliran untuk bersalaman dengan Presiden dan Ibu Negara pada sekitar pukul 10.15 WIB.
"Buru-buru tadi datang ke sini, ingin silaturahim dengan Bapak Presiden," tambah dia.
Ajum mengaku tidak punya keinginan lain setelah bertemu dengan Presiden.
"Tergantung Presiden mau mesan apa saja," ungkap Ajum. Salah satu rekan Ajum bahkan dibolehkan membawa masuk topi caping ke ruang teratai tempat gelar griya dilaksanakan.
Sedangkan Ujang, petani asal Sukabumi juga mengaku datang karena ingin bersilaturahim dengan Presiden.
"Datang sendiri, tadi salaman langsung, Ya minal aidin saja," kata Ujang.
Ujang pun mengaku bahagia bisa bertemu dengan Presiden. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama seumur hidupnya.?
Ia mengaku datang berjalan kaki, dua hari dua malam.
"Berangkat dari hari Rabu, jalan kaki menuju Bogor karena untuk mengirit ongkos lah. Setelah ini ya pulang ke Sukabumi lagi, jalan kaki lagi, nggak ada ongkos saya," tambah Ujang.
Seorang warga Sukabumi lain yaitu Rudi Sinaga juga mengaku ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas pembangunan di Sukabumi.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih langsung sama Pak Jokowi atas pembangunan infrastruktur, khususnya di Jawa barat. Saya rasa luar biasa, terima kasih banget sama Pak Jokowi," kata Rudi.
Di Jawa Barat sendiri, khususnya wilayah Sukabumi, sejumlah pembangunan sarana transportasi digalakkan, antara lain pembangunan jalur ganda kereta api lintas Bogor-Sukabumi serta tol Bocimi (Bogor-Ciawi-Sukabumi) yang mulai dibangun pada 2015.
Lontong Sayur
Seusai bertemu, bersalaman dan berfoto dengan Presiden Joko Widodo, Ajum, Ujang dan Rudi juga mendapat santapan makan siang berupa lontong sayur dan opor di bawah tenda hijau yang sengaja dipasang di halaman belakang Istana Bogor. Mereka pun mendapat "oleh-oleh" paket sembako saat melangkah keluar gerbang Istana.
Ajum, Ujang dan Rudi pun berdiri dan bersalaman tidak jauh dari posisi "antri" para pejabat negara maupun tokoh-tokoh politik seperti para menteri Kabinet Kerja, para kepala lembaga negara seperti Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Bambang Soesatyo, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, para kepala lembaga negara seperti Ketua BPK Moermahadi S Djanegara, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Triawan Munaf, Kepala Badan Narkotika Nasional Heru Winarko, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius.
Selain itu, para pengusaha dan tokoh nasional seperti pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo, sutradara Hanung Bramantyo, pengusaha Hartati Murdaya Poo dan Murdaya Poo, mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, pimpinan Media Grup Surya Paloh, pengusaha Chairul Tanjung, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
Mewujudkan Kesejahteraan
Sesungguhnya, Lebaran memang tidak hanya berkaitan dengan salaman dan makan siang.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Didin Saefuddin Buchori yang bertindak sebagai imam dan khatib salat Idul Fitri di lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor yang dihadiri Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi mengatakan bahwa mengusahakan kesejahteraan itu adalah hal yang wajib bagi kaum Muslimin.
"Kita bisa berbagi dengan sesama saudara yang kebetulan tidak seberuntung. Kita santuni mereka, kita angkat mereka ke taraf yang lebih baik dan kita jadikan mereka bagian dari diri kita. Itulah inti puasa Ramadhan yang kita lakukan dengan jalan demikian maka terbukalah pintu-pintu takwa yang menjadi tujuan puasa Ramadhan," kata Didin dalam khotbah agama dengan tema "Meraih Kemuliaan Hidup Setelah Ramadan".
Didin mengatakan bahwa sesungguhnya Al Qur`an mengajarkan lebih banyak menjelaskan aspek sosial atau disebut aspek muamalah. Muamalah berkaitan hubungan manusia dengan manusia seperti mewujudkan kesejahteraan dan membangun peradaban.
Terkait aspek ekonomi, menurut Didin, Al Qur`an mengajarkan aset ekonomi tidak boleh beredar di antara orang-orang kaya saja tapi tidak beredar di antara orang miskin sehingga menghasilkan kesenjangan yang semakin lebar antara kaya dan miskin dan dalam beberapa kasus kesenjangan itu harus dibayar mahal.
Qur`an pun melarang umat Islam untuk berbuat curang, mengurangi timbangan, menipu, maupun menimbun barang untuk meningkatkan harga. Al Qur`an mengajarkan kekuasaan digilirkan di antara manusia, kekuasaan wajib memberlakukan keadilan karena keadilan mendekatkan dengan takwa.
Keadilan bahkan harus diperlihatkan kepada siapa pun tanpa pandang bulu kawan atau lawan, dicintai atau dibenci.
"Allah melarang kita tidak adil hanya karena kita membenci objek keadilan itu," ungkap Didin.
Menurut Didin, berbuat adil terutama harus dilakukan oleh umaro, pejabat publik, pembuat keputusan, penerima amanah karena mereka telah dititipi dan dikontrak oleh ribuan, jutaan, ratusan juta orang untuk melakukan komitmen yang memberi amanah.
Dalam aspek sosial, Al Qur`an juga mengajarkan kaum Muslimin wajib memperhatikan kaum fakir, orang-orang miskin, orang-orang teraniaya, orang yang tak berdaya, memberi makan yang kelaparan, memberi pakaian yang telanjang, membela yang tertindas.?
Kaum Muslimin didorong untuk bersikap dinamis, tidak boleh berdiam diri tidak boleh berpangku tangan, tidak boleh hanya menghitung bintang di langit, menunggu emas turun secara sim salabim karena dalam hidup tidak ada kesuksesan yang gratis atau cuma-cuma, semua harus dibayar dengan kerja yang sistematis dan terencana.
"Orang muslim harus saleh dan juga muslih yaitu mengubah orang menjadi saleh, muhdin sekaligus muhtadin yang menunjukkan kebaikan-kebaikan kepada orang lain," ungkap Didin.
Dapat dikatakan bagi umat Muslim, baik mereka yang "sandalan" maupun tidak, "kaosan" atau berpakaian lebih mentereng, tujuan berperilaku seharusnya tetap mewujudkan kesejahtera sesama manusia karena sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang tinggal di Indonesia tercinta.