Jakarta (Antaranews Gorontalo) - Cabang olahraga atletik menjadi salah satu idola bagi setiap negara dalam berbagai pesta olahraga multievent seperti SEA Games, Asian Games, atau Olimpiade.
Betapa tidak, karena cabang ini menyediakan medali emas cukup banyak selain renang, angkat besi, dan lain sebagainya. Dalam satu multievent, minimal 40 medali emas diperebutkan atlet dari berbagai negara.
Pada Asian Games 2018 ini, cabang yang dimainkan di kompleks Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta ini mempertandingkan 48 nomor perlombaan dan ini berarti ada 48 medali emas yang menjadi incaran para atlet. Ini tentu saja sangat menggiurkan bagi peserta sehingga mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di cabang olahraga ini.
Indonesia, sebagai sebagai tuan rumah pesta olahraga multievent antarnegara Asia ke-18 ini tentunya juga sangat berharap bisa menjadi salah satu negara yang ikut dalam persaingan perebutan menjadi yang terbaik di cabang olahraga yang menjadi "ibu" bagi cabang olahraga lainnya.
Tetapi tampaknya Indonesia belum bisa bersaing dengan negara-negara di Asia lainnya terutama dari China, Bahrain, India, Jepang, dan negara-negara yang menjadi pecahan Uni Sovyet.
Selama keikutsertaan Indonesia pada Asian Games ini, perolehan medali emas Indonesia masih bisa dihitung dengan jari. Indonesia hanya mempu merebut empat medali emas dalam pesta olahraga multievent empat tahunan ini sejak menjadi tuan rumah penyelenggara pada 1962.
Indonesia meraih medali emas pertama dari pelari cepat Mohammad Sarengat saat menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Saat itu, Mohammad Sarengat mampu merebut dua medali emas dari nomor lari 100 meter dan 110 meter gawang putra.
Bahkan, pada nomor lari 100 meter tersebut Sarengat mampu mencatatkan diri sebagai pelari tercepat Asia karena mampu mencapai garis finis dengan catatan waktu 10,5 detik dan bertahan hingga 25 tahun. Rekor ini baru bisa dipecahkan pelari asal Kabupaten Banyumas, Jateng, Purnomo pada Olimpiade 1984 Los Angeles, Amerika Serikat, dengan catatan waktu 10,3 detik.
Kemudian Supriati Sutono yang turun di nomor lari 5.000 meter putri saat tampil pada Asian Games 1998 di Bangkok, Thailand, dan terakhir diraih Maria Natalia Londa pada Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.
Pada Asian Games di Jakarta ini, tim atletik Indonesia hanya meraih dua medali perak dan satu perunggu. Dua medali perak ini direbut dari nomor lari 4X100 meter putra dan lari gaawang 100 meter putri atas nama Emil Nova, dan lompat jauh putra atas nama Sapwaturrahman.
Yang menarik adalah raihan medali perak untuk nomor lari 4X100 meter putra atas nama Fadlin, Lalu Muhammad Zohri, Eko Rimbawan, dan Bayu Kartanegara. Keempatnya masuk finis dengan catatan waktu 38,77 detik.
Betapa tidak, karena medali perak yang diraih Zohri dan kawan-kawan ini setelah sekitar 52 tahun lowong, artinya Indonesia meraih perak di nomor itu pada Asian Games tahun 1966 yang saat itu bermaterikan Supardi, Wahjudi, Sugiri dan Joojte Oroh.
Tanpa target
Pada pesta olahraga multievent antarnegara Asia di Jakarta dan Palembang ini, Indonesia turun pada 42 nomor dari 48 nomor yang diperlombakan. Sejak awal, memang Indonesia tidak memasang target perolehan medali emas termasuk tidak memberi beban target kepada juara dunia juinor lari 100 meter putra Lalu Muhammad Zohri.
"Kita memang tidak memasang target di Asian Games termasuk untuk Zohri. Yang bersangkutan justru masih bisa diproyeksikan untuk Olimpiade 2020 dan 2024. Kalau kita bebani target, dikhawatirkan akan menjadi kontraproduktif," kata Sekejn PB PASI Tigor Tanjung.
Indonesia, menurut dia, berharap ada kejutan pada Asian Games sekarang ini dan salah satunya adalah dari nomor lari 4X100 meter putra, sedangkan yang lainnya dari lompat jauh putri, 100 meter gawang putri, dan tolak peluru.
Sampai selesianya cabang olahraga atleti kini hanya dua nomor yang bisa membuat kejutan yaitu lari gawang 100 meter putri dan 4X100 meter putra, sedangkan lompat jauh justru di kelompok putra, sedangkan tolak peluru gagal meraih medali.
"Terus terang yang datang ke Jakarta ini bukan hanya juara Asia tetapi juga juara-juara dunia sehingga persaingannya sangat ketat. Sehingga kita hanya berharap ada kejutan di sini," katanya.
Memang tidak semua nomor yang diikuti Indonesia mampu menapaki final dan hanya beberapa saja karena mereka sudah kalah bersaing di babak penyisihan. Ketika ada atlet Indonesia yang mencapai partai puncak, justru posisinya berada di bawah atau gagal bertengger di lima besar.
Pelari jarak jauh Agus Prayogo yang turun di nomor maraton putra hanya bertahan sampai 30 kilometer pertama dan tidak bisa melanjutkan perlombaan karena mengalami cedera lutut sebelah kanan.
Triyaningsih yang masuk daftar lomba lari maraton putri, akhirnya begitu perlombaan tidak masuk karena masih dibalut cedera padahal yang bersangkutan pernah menempati posisi keempat di Asian Games 2010.
Maria Natalia Londa, periah medali emas pada Asian Games 2014 nomor lompat jauh putri yang sebenarnya diharapkan bisa meraih medali juga gagal dan hanya menempati posisi keempat dengan lompatan sejauh 6,45 meter.Kemudian pada lari 3.000 meter halang rintang putra, Elizar Gamashi hanya menempati posisi terakhir atau ke-14 dengan catatan waktu 9.19.05.
Sampai berakhirnya cabang olahraga atletik China keluar sebagai juara umum dengan merebut 12 emas, 12 perak dan 9 perunggu, Bahrain menempati urutan kedua dengan 12 emas, 6 perak dan 7 perunggu, sedangkan posisi ketiga ditempati India dengan 7 emas, 10 perak, 2 perunggu.
Indonesia yang meraih dua perak dan satu perunggu menempati posisi ke-13. Untuk tingkat Asia Tenggara masih kalah dengan Vietnam yang mengumpulkan satu emas dan satu perak serta Thailand yang mengumpulkan tiga perak dan satu perunggu.
Usai Asian Games ini, induk olahraga atletik di Indonesia PB PASI akan mempersiapkan atlet untuk Olimpiade 2020.
"Targetnya dipersiapkan untuk Olimpiade 2020 dan 2024," kata Tigor Tanjung sambil menambahkan pada Olimpiade tersebut mereka akan mencapai usia emasnya.
Ia mencontohkan, dua atlet di nomor estafet yang meraih medali perak yaitu Lalu Muhammad Zohri dan Bayu Kertanegara karena secara usia mereka masih muda. Zohri merupakan atlet kelahiran 1 Juli 2000 sedangkan Bayu Kertanegara sekarang berusia 21 tahun dan pada Olimpiade 2020 akan berusia 25 tahun.
"Kita akan persiapkan mereka sebaik-baiknya agar bisa tampil pada pesta olahraga tingkat dunia mendatang," katanya.