Jakarta (Antaranews Gorontalo) - Pekan lalu, para atlet Asian Para Games 2018 berhasil memboyong 37 medali emas, 47 perak dan 51 perunggu. Pencapaian gemilang ini selaras dengan perjuangan mereka yang melampaui batas.
Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa target 16 emas itu meleset, namun melesat jauh ke atas hingga menduduki lima besar peroleh medali se-Asia.
Sejumlah bonus dan penghargaan pun telah diberikan, namun para atlet mengharapkan adanya dukungan jangka panjang, salah satunya fasilitas sarana dan prasarana transportasi.
Fasilitas itu bukan hanya untuk atlet, tetapi untuk para kaum difabel di seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 15 persen dari total jumlah penduduk.
Salah satu atlet cabang olahraga anggar Asian Para Games 2018, Elih yang saat ini telah direkrut oleh Kementerian Perhubungan, mengaku fasilitas transportasi sangatlah kurang.
"Di dalam bus Transjakarta hanya mendapatkan kapasitas untuk satu kursi roda, kalau dipaksakan dua nanti kenyamanan dan keselamatan akan berkurang," katanya.
Kurangnya dukungan dari fasilitas transportasi itu memicu Elih untuk berkreasi menciptakan moda yang sesuai dengan kebutuhannya agar bisa mandiri dalam bepergian.
Akhirnya sejak 2014, dengan proses pengerjaan dua bulan, ia memodifikasi sepeda motor roda tiga untuk kegiatan sehari-hari.
Elih yang sejak kelas 2 SMA harus menggunakan kursi roda akibat terserang virus Guillain-Barr Syndrome yang melumpuhkan saraf persendian kakinya, mengaku tak kesulitan menggunakan sepeda motor hasil modifikasi itu.
Namun, Ia sangat mengharapkan dukungan pemerintah dengan menyediakan fasilitas mulai dari trotoar hingga angkutannya yang ramah akan kaum difabel.
Selain itu, sepeda motor juga tidak disarankan karena tingkat keselamatan dan keamanannya masih rendah.
Lebih Memilih Transportasi Umum
Bukan tanpa alasan, Inisiator Jakarta Free Barrier Tourism Cucu Saidah mengatakan bahwa para kaum difabel justru lebih menyukai bepergian dengan transportasi umum.
"Saya senang menggunakan transportasi umum, seperti kereta karena bisa berinteraksi dengan orang lain," ujarnya.
Ia mengharapkan semua transportasi umum bisa diakses oleh semua difabel.
"Prinsip dari aksesibel ini, saya keluar rumah kemudian sepanjang jalan sampai kembali ke rumah itu tidak ada hambatan, maka interkoneksi moda dan sarana antarpendukungnya harus terhubung dan mudah diakses," katanya.
Cucu mencontohkan tidak hanya dari segi busnya saja yang dilengkapi fasilitas untuk pengguna kursi roda, tetapi juga trotoarnya.
Dia menambahkan para difabel juga bukan hanya tuna daksa atau pengguna kursi roda, tetapi juga mereka yang tuli, tuna netra dan lainnya harus difasilitasi.
"Misalnya ada informasi berupa suara dan tulisan, ini juga bukan hanya untuk difabel, untuk masyarakat umum juga, misalnya ada yang tertidur jadi terdengar," katanya.
Ia juga meminta disediakan satu kereta/gerbong untuk kaum difabel karena ia juga sering menggunakan moda transportasi kereta. "Sebab, sekarang masih dibopong kalau untuk yang menggunakan kursi roda," katanya.
Bertahap
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berjanji pihaknya akan menyediakan sejumlah fasilitas sarana dan prasaran transportasi yang ramah difabel, namun prosesnya bertahap. "Langkah-langkah itu bertahap, tapi pasti, jadi pekerjaan paling signifikan, kita prioritaskan," katanya.
Budi menyebutkan langkah awal adalah menyediakan dua bus dengan fasilitas khusus untuk kaum difabel, kemudian merambah ke moda kereta api. Ia akan mempelajari rute-rute yang sering dilalui oleh banyak penumpang, termasuk difabel dan akan merambah ke moda laut dan udara. "Kita harus sistematis, enggak semua dikerjakan, tapi enggak selesai-selesai," katanya.
Langkah lain yang diambil Budi adalah merekrut para difabel untuk bekerja di Kementerian Perhubungan sebagai pertimbangan dapat mewakili dalam penyusunan regulasi yang ramah difabel.
Saat ini sudah empat difabel yang direkrut jadi pegawai Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub. "Dengan kehadiran empat saudara kita, saya minta suatu rapat-rapat bisa menyampaikan apa yang dialami dan harus ditindaklanjuti," kata Budi.
Ia juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar menerima pegawai dari kaum difabel. "Saya menganjurkan Pak Basuki agar terima delapan orang. Nanti Menpar terima dua orang," katanya.
Selain antarlembaga, Budi juga mengajak Organisasi Angkutan Darat (Organda) terkait penyediaan taksi yang ramah untuk difabel. "Harapan saya ada suatu perkembangan, ini ide-ide aktual dan rasional dan merupakan kebutuhan," katanya.
Sudah seharusnya fasilitas sarana dan prasarana transportasi menyentuh seluruh warga negara, termasuk kaum difabel.
Aturan khusus untuk difabel sendiri telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Beberapa pasal yang dicantumkan yakni, Pasal 242.
Dalam pasal tersebut disebut, pemerintah, pemerintah daerah, dan atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit. Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi aksebilitas, priotitas pelayanan dan fasilitas pelayanan.
Sementara itu dalam pasal 244 dicantumkan mengenai sanksi bagi angkutan umum yang tidak mengikuti aturan tersebut, yakni perusahaan angkutan umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit dikenakan sanksi administrasi meliputi, peringatan tertulis, denda administrasi, pembekuan izin dan pencabutan izin.
Sementara itu di Pasal 45 mengenai penyandang disabilitas yang berjalan kaki, yakni pejalan kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali pengguna jalan.
Polisi juga memberi prioritas khusus bagi penyandang disabilitas yang hendak membuat Surat Izin Mengemudi (SIM).
Payung hukum saja tidak cukup apabila hukum itu sendiri tidak ditegakkan.
Selain itu juga edukasi kepada masyarakat secara luas harus dilakukan, agar memahami bahwa kaum difabel juga berhak atas fasilitas yang disediakan.
Tentu sangat disayangkan melihat jalur khusus untuk tunanetra masih saja diserobot oleh pengguna sepeda motor atau terhalang gerobak-gerobak pedagang kaki lima, atau elevator di bandara bahkan di stasiun yang justru dipenuhi oleh para calon penumpang yang terlihat bugar.
Para kaum difabel yang diwakili oleh para atlet Asian Para Games telah melampaui keterbatasan yang dimiliki untuk mengharumkan nama bangsa ini.
Sekarang saatnya lah pemerintah memberikan yang terbaik bagi mereka dengan memenuhi kebutuhan dari yang paling dasar.*