Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Yanuar Prihatin menilai usulan perubahan Rancangan Undang-Undang Haluan Negara (RUU HIP) menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tidak akan menyelesaikan masalah jika substansinya tidak berubah sama sekali.
"Usulan perubahan RUU Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tidak akan menyelesaikan masalah jika substansinya tidak berubah sama sekali, apalagi persepsi publik yang terbentuk cenderung negatif terhadap RUU apapun yang berjudul Pancasila," kata Yanuar Prihatin di Jakarta, Selasa.
Dia menilai dalam suasana semacam ini semua pihak harus "injak rem" dulu agar semua memiliki kesempatan untuk berpikir lebih jernih, komprehensif dan kontekstual.
Yanuar menilai semua pihak lebih baik duduk kembali bersama mulai dari nol untuk menyamakan dulu cara pandang dan frekuensi pikirannya agar tidak salah paham yang berlebihan soal pengaturan Pancasila.
"Apa sebenarnya yang harus diatur soal Pancasila ini dalam bentuk undang-undang," ujarnya.
Menurut dia, saat ini yang diperlukan adalah implementasi Pancasila, bukan penafsiran ideologis filosofis tentang Pancasila.
Karena itu menurut dia lebih baik hentikan perdebatan ideologis-filosofis-politis yang salah kaprah sehingga lebih baik semua pihak bertanya, sudahkah nilai-nilai Pancasila saat ini menyatu dalam pikiran, hati, kata-kata dan tindakan.
"Kita memerlukan metodologi, teknik atau cara yang efektif untuk sosialisasi dan operasionalisasi Pancasila yang bisa diterima dan dilakukan semua pihak," katanya.
Yanuar yang merupakan anggota Badan Kajian MPR RI itu menilai sosialisasi Pancasila yang dilakukan hanya oleh MPR dan BPIP jelas masih kurang, tidak memadai dan belum menyentuh partisipasi semua kalangan.
Menurut dia, Negara harus membuka peluang, mendorong dan memfasilitasi agar sosialisasi tersebut tidak menjadi monopoli lembaga tertentu saja.
"Biarkan semua pihak memiliki akses yang terbuka untuk terlibat dalam sosialisasi dan pemasyarakatan Pancasila ini," katanya.
Ketua DPP PKB itu meyakini ketika semua pihak memperoleh kesempatan untuk terlibat dalam sosialisasi maka Pancasila akan lebih mudah membumi. Hal itu menurut dia karena nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah menyebar dan menjalar melalui berbagai cara atau teknik yang lebih kreatif, variatif, terpola, berkesinambungan dan berjenjang.
"Organisasi keagamaan, kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan, kewanitaan, lembaga pendidikan formal dan nonformal, organisasi profesi, pers, partai politik bahkan sekelas karang taruna di tingkat desa/kelurahan bisa berperan sangat aktif untuk terlibat penuh dalam kerja sosialisasi Pancasila ini," katanya.
Yanuar menilai cara tersebut sangat efektif untuk menggairahkan partisipasi masyarakat dalam sosialisasi Pancasila dan di sisi lain, akan mengurangi kecurigaan, resistensi dan kekhawatiran bahwa Pancasila akan direduksi maknanya oleh segelintir orang atau kelompok tertentu.
Menurut dia, keterbukaan seperti itu sekaligus akan menjauhkan Pancasila dari tafsir sepihak dan menutup kesempatan pihak penguasa menyalahgunakan Pancasila.
"Kita tidak boleh lagi menempatkan Pancasila hanya milik segelintir orang, kelompok atau golongan tertentu saja. Penerapan Pancasila di masa Orde Lama dan Orde Baru harus menjadi pelajaran sejarah yang sangat penting agar kita tidak lagi tergelincir pada monopoli Pancasila," ujarnya.
Saat ini menurut dia, pemerintah dan DPR semestinya bertanggungjawab penuh untuk menempuh dan mendorong agar masyarakat dan semua pihak lebih antusias, senang dan partisipatif dalam sosialisasi Pancasila.
Dalam konteks itu dia menilai diperlukan institusi, lembaga atau badan tertentu yang lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator untuk membangun jaringan sosialisasi Pancasila secara nasional maupun lokal, bahkan internasional.
"Lembaga tersebut harus bersifat nasional, mandiri dan bebas dari campur tangan sepihak penguasa atau partai politik tertentu saja," ujarnya.
Yanuar mengatakan, Indonesia sudah punya lembaga khusus yang mandiri untuk menangani korupsi, hak asasi manusia, pemilu, anak-anak, dan perempuan namun kenapa hingga saat ini tidak punya lembaga khusus yang mengkoordinasikan dan menggerakkan kekuatan nasional untuk sosialisasi Pancasila sekaligus standardisasi metodologinya.
Dia menilai BPIP yang ada saat ini tidak tergolong lembaga yang semacam itu karena dibentuk oleh Presiden dan Sosialisasi 4 Pilar yang dillakukan para anggota MPR selama ini juga tidak mencerminkan gerakan nasional sosialisasi Pancasila.
Usulan perubahan nama RUU HIP dinilai tidak selesaikan masalah
Selasa, 30 Juni 2020 10:36 WIB