Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Methicillin-resistent Staphylococcus aureus
(MRSA) atau bakteri "Staphylococcus aureus" yang telah menjadi resisten
terhadap antibiotik, bisa menyebabkan infeksi kulit, aliran darah dan
bekas operasi yang mematikan, atau pneumonia.
Para peneliti dari Universitas California, San Diego School of Medicine saat ini melaporkan bahwa asap rokok bisa membuat infeksi itu lebih parah, demikian dilansir sciencedaily.
Penelitian yang dipublikasikan pada 30 Maret dengan judul "Infeksi dan Imunitas" menunjukkan bahwa bakteri MRSA yang terpapar asap rokok menjadi jauh lebih resisten membunuh sistem kekebalan tubuh.
"Kita sudah tahu merokok itu berbahaya bagi pernafasan manusia dan sel kekebalan tubuh, dan sekarang kita memperlihatkan kebalikannya, bahwa merokok juga bisa membuat bakteri yang bersifat menyerang stress dan membuat mereka menjadi lebih agresif," kata pengarang senior dalam publikasi penelitian tersebut; Laura E. Crotty Alexander, MD yang juga merupakan asisten profesor kesehatan klinis di UC San Diego dan staf dokter di Sistem Pengobatan Veteran Affairs San Diego.
Crotty Alexander adalah seorang dokter ahli paru-paru yang melihat banyak pasien merokok. Dia juga melihat banyak infeksi MRSA, hal itu membuatnya bertanya-tanya apakah itu ada kaitannya. Untuk mengetes hipotesis, Crotty Alexander dan timnya menginfeksi makrofaga dengan MRSA, makrofaga adalah sel imun yang menelan patogen.
Beberapa bakteria tumbuh normal dan beberapa tumbuh dengan ekstrak asap rokok. Berdasarkan penelitian itu, meski kedua makrofaga sama-sama mampu menanggung populasi bakteria, mereka kesulitan membunuh MRSA yang telah terpapar ekstrak asap rokok.
Untuk memahami lebih baik penyebabnya, tim Crotty Alexander melakukan tes kerentanan bakteria terhadap mekanisme individual makrofaga yang biasanya digunakan untuk membunuh bakteri.
Begitu bakteri berada di dalam makrofaga, MRSA yang terpapar asap rokok lebih resisten untuk dibunuh oleh peptida antimikroba, kepingan kecil protein yang digunakan sistem imun untuk melubangi sel bakteri dan memicu peradangan. Efeknya adlaah ketergantungan dosis, artinya semakin banyak ekstrak rokok yang digunakan, semakin resisten MRSA.
MRSA yang diberi ekstrak asap rokok juga lebih baik menempel serta menyerang sel manusia yang direkayasa di laboratorium. Pada model tikus, MRSA yang terpapar ekstrak asap rokok mampu bertahan hidup lebih baik dan menyebabkan pneumonia dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi.
Data menunjukkan bahwa asap rokok memperkuat bakteri MRSA dengan mengubah dinding sel dengan sedemikian rupa sehingga mereka bisa menghalau peptida antimikroba dan muatan partikel lain.
"Para perokok dikenal lebih rentan terhadap penyakit menular. Sekarang kita punya buktinya bahwa asap rokok yang disebabkan oleh resistensi dalam MRSA bisa jadi faktor yang memberi kontribusi tambahan," kata Crotty Alexander.
Para peneliti dari Universitas California, San Diego School of Medicine saat ini melaporkan bahwa asap rokok bisa membuat infeksi itu lebih parah, demikian dilansir sciencedaily.
Penelitian yang dipublikasikan pada 30 Maret dengan judul "Infeksi dan Imunitas" menunjukkan bahwa bakteri MRSA yang terpapar asap rokok menjadi jauh lebih resisten membunuh sistem kekebalan tubuh.
"Kita sudah tahu merokok itu berbahaya bagi pernafasan manusia dan sel kekebalan tubuh, dan sekarang kita memperlihatkan kebalikannya, bahwa merokok juga bisa membuat bakteri yang bersifat menyerang stress dan membuat mereka menjadi lebih agresif," kata pengarang senior dalam publikasi penelitian tersebut; Laura E. Crotty Alexander, MD yang juga merupakan asisten profesor kesehatan klinis di UC San Diego dan staf dokter di Sistem Pengobatan Veteran Affairs San Diego.
Crotty Alexander adalah seorang dokter ahli paru-paru yang melihat banyak pasien merokok. Dia juga melihat banyak infeksi MRSA, hal itu membuatnya bertanya-tanya apakah itu ada kaitannya. Untuk mengetes hipotesis, Crotty Alexander dan timnya menginfeksi makrofaga dengan MRSA, makrofaga adalah sel imun yang menelan patogen.
Beberapa bakteria tumbuh normal dan beberapa tumbuh dengan ekstrak asap rokok. Berdasarkan penelitian itu, meski kedua makrofaga sama-sama mampu menanggung populasi bakteria, mereka kesulitan membunuh MRSA yang telah terpapar ekstrak asap rokok.
Untuk memahami lebih baik penyebabnya, tim Crotty Alexander melakukan tes kerentanan bakteria terhadap mekanisme individual makrofaga yang biasanya digunakan untuk membunuh bakteri.
Begitu bakteri berada di dalam makrofaga, MRSA yang terpapar asap rokok lebih resisten untuk dibunuh oleh peptida antimikroba, kepingan kecil protein yang digunakan sistem imun untuk melubangi sel bakteri dan memicu peradangan. Efeknya adlaah ketergantungan dosis, artinya semakin banyak ekstrak rokok yang digunakan, semakin resisten MRSA.
MRSA yang diberi ekstrak asap rokok juga lebih baik menempel serta menyerang sel manusia yang direkayasa di laboratorium. Pada model tikus, MRSA yang terpapar ekstrak asap rokok mampu bertahan hidup lebih baik dan menyebabkan pneumonia dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi.
Data menunjukkan bahwa asap rokok memperkuat bakteri MRSA dengan mengubah dinding sel dengan sedemikian rupa sehingga mereka bisa menghalau peptida antimikroba dan muatan partikel lain.
"Para perokok dikenal lebih rentan terhadap penyakit menular. Sekarang kita punya buktinya bahwa asap rokok yang disebabkan oleh resistensi dalam MRSA bisa jadi faktor yang memberi kontribusi tambahan," kata Crotty Alexander.