Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Chatib Basri menyebut risiko krisis utang di Indonesia relatif kecil karena rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih aman atau mencapai 38,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per Agustus 2022.
“Even in the worst case scenario dengan rasio utang 40 persen dari PDB, ini masih relatif aman dengan kondisi seperti ini. Bunga cicilan kita sekitar 15 persen dari budget, di kita seharusnya kekhawatiran rasio utang tidak signifikan,” katanya dalam Mandiri Sekuritas Market Outlook di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, beberapa negara berkembang, terutama di Afrika, berpotensi tinggi mengalami krisis utang karena di tengah penyebaran pandemi COVID-19 mereka harus menaikkan defisit anggaran untuk mengatasi pandemi sehingga mereka menarik lebih banyak utang.
Dengan peningkatan suku bunga acuan bank sentral berbagai negara, negara-negara tersebut pun harus membayar bunga utang yang relatif lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Dengan kondisi itu, menurutnya Indonesia justru bisa diuntungkan sebagai salah satu negara dengan risiko krisis utang yang lebih kecil.
“Dengan risiko krisis utang itu, orang mesti mencari relokasi termasuk ke kita. Itu sebabnya performance pasar modal kita lumayan,” katanya.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik menyebut bursa Indonesia menjadi bursa terbaik kelima di dunia.
Menurutnya pada 2022 jumlah bursa di dunia yang mencatatkan kinerja positif tidak sampai 10, salah satunya Indonesia karena sepanjang tahun berjalan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah tumbuh sekitar 6 persen.
“Nilai rata-rata transaksi harian di bursa kita tumbuh kira-kira 14,5 persen dari sekitar Rp13 triliun, tahun ini kita mencapai Rp15,2 triliun,” kata Jeffrey dalam kesempatan yang sama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Chatib Basri sebut risiko krisis utang di Indonesia relatif kecil