Jakarta (ANTARA) - Surat Berharga Negara (SBN) merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai defisit anggaran dan mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, penerbitan SBN meningkat sebagai strategi utama pemerintah dalam mengelola likuiditas pasar dan menjaga stabilitas ekonomi.
Di tengah tantangan global, seperti inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan, ekspansi likuiditas melalui SBN menjadi instrumen yang penting dalam strategi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia.
Penerbitan SBN di Indonesia meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2025, pemerintah merencanakan penerbitan SBN senilai Rp642,56 triliun untuk membiayai defisit APBN. Langkah ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan dana bagi proyek infrastruktur dan kebutuhan fiskal lainnya.
Namun, peningkatan penerbitan SBN juga menimbulkan kekhawatiran terhadap ketersediaan likuiditas di sektor perbankan, terutama dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang semakin ketat.
Untuk mengatasi dampak dari peningkatan penerbitan SBN, Bank Indonesia (BI) turut serta dalam menyeimbangkan pasar dengan melakukan pembelian SBN di pasar sekunder.
BI telah mengalokasikan lebih dari Rp150 triliun untuk pembelian SBN guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menahan tekanan inflasi. Langkah ini menunjukkan koordinasi erat antara kebijakan moneter dan fiskal guna memastikan keseimbangan antara ekspansi likuiditas dan stabilitas harga.
Realisasi pembelian SBN
BI merencanakan pembelian SBN di pasar sekunder senilai lebih dari Rp150 triliun selama tahun 2025. Langkah ini merupakan bagian dari operasi moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menjaga likuiditas perbankan.
Pembelian SBN akan dilakukan melalui pasar sekunder dan mekanisme pertukaran utang bilateral (bilateral debt switch) dengan pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memastikan inflasi tetap terjaga pada sasaran 2,5±1% dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Realisasi pembelian yang telah dilakukan BI adalah sejumlah Rp70,74 triliun hingga 18 Maret 2025. Itu terdiri atas pembelian SBN melalui pasar sekunder sebesar Rp47,31 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp23,43 triliun. Pembelian surat utang pemerintah oleh bank sentral ini sebagai langkah operasi moneter pro-market guna mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi.
Adapun aliran modal asing ke SBN dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) hingga 17 Maret 2025 masing-masing sebesar 0,2 miliar dolar AS dan 0,1 miliar dolar AS sejalan imbal hasil yang menarik dan prospek perekonomian yang tetap baik.
Sementara itu, aliran modal ke saham selama Maret 2025 mencatat net outflows 0,3 miliar dolar AS sejalan dengan perkembangan di pasar saham regional. Secara khusus BI menyampaikan agar masyarakat tidak khawatir terhadap kebijakan yang diambil oleh BI tersebut, karena pembelian SBN dilakukan sesuai dengan arah kebijakan moneter BI dan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pembelajaran dari negara lain
Beberapa negara telah menerapkan strategi ekspansi likuiditas melalui instrumen surat utang untuk mengelola sistem keuangannya.
Amerika Serikat melalui Federal Reserve menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE) selama krisis keuangan 2008 dan pandemi COVID-19. The Fed membeli surat utang pemerintah dalam jumlah besar untuk meningkatkan likuiditas dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Jepang melalui Bank of Japan menerapkan kebijakan suku bunga negatif dan membeli obligasi pemerintah secara besar-besaran untuk mengatasi stagnasi ekonomi. Namun, dampak dari kebijakan ini adalah peningkatan beban utang pemerintah yang signifikan.
Sementara itu negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa melalui European Central Bank (ECB) menggunakan kebijakan pembelian obligasi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara zona euro yang mengalami tekanan akibat krisis utang.
Dari pengalaman negara-negara tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa ekspansi likuiditas melalui surat utang harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan tekanan terhadap sektor keuangan dan daya beli masyarakat.
Berdasarkan analisis di atas, beberapa rekomendasi strategis bagi Indonesia dalam mengelola ekspansi likuiditas melalui SBN adalah:
Memperkuat koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal dengan memperkuat koordinasi yang lebih erat antara BI dan Kementerian Keuangan diperlukan agar penerbitan SBN tidak menimbulkan tekanan terhadap likuiditas perbankan.
Diversifikasi instrumen keuangan melalui pengembangan instrumen pembiayaan alternatif seperti obligasi hijau (green bonds) dan sukuk untuk menarik investasi asing tanpa meningkatkan ketergantungan terhadap SBN konvensional.
Optimalisasi sumber pendanaan domestik melalui peningkatan partisipasi investor domestik dalam pasar obligasi guna mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan luar negeri.
Pengelolaan risiko utang yang lebih prudent dengan memastikan bahwa rasio utang terhadap PDB tetap dalam batas yang aman agar tidak menimbulkan tekanan terhadap anggaran negara di masa depan.
Ekspansi likuiditas melalui penerbitan Surat Berharga Negara merupakan strategi penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Untuk memastikan stabilisasi nilai tukar rupiah, BI perlu melakukan intervensi melalui penjualan devisa sehingga mata uang rupiah kembali terkontraksi dan kembali lagi ke sistem keuangan melalui pembelian SBN.
Namun demikian, kebijakan ini harus dikelola BI dengan hati-hati untuk menghindari dampak negatif terhadap inflasi, nilai tukar, dan keberlanjutan fiskal.
Melalui pembelajaran dari pengalaman negara lain dalam menerapkan strategi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan ekspansi likuiditas melalui SBN sebagai alat yang efektif dalam mencapai stabilitas ekonomi jangka panjang dan secara berkelanjutan.
* Dr M Lucky Akbar SSos MSi adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga keseimbangan likuiditas pasar keuangan melalui pembelian SBN