Gorontalo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boalemo, Provinsi Gorontalo menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) malaria setelah mencatat 188 kasus hingga pertengahan Maret 2025.
Bupati Boalemo Rum Pagau di Gorontalo, Sabtu mengatakan telah mengeluarkan Instruksi Nomor 5/2025 yang memerintahkan langkah-langkah pengendalian cepat.
Salah satu fokus utama adalah pembentukan Satgas Pengendalian Malaria di tingkat kecamatan dan desa yang melibatkan camat, kepala desa, tenaga kesehatan, serta unsur TNI/Polri.
Selain itu, pos malaria didirikan di desa dan pintu masuk wilayah pertambangan guna melakukan skrining bagi pekerja tambang yang memiliki risiko tinggi tertular malaria.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Jeane I. Dalie mengatakan mobilitas pekerja tambang yang tinggi antara Boalemo dan Pohuwato menjadi faktor utama penyebaran penyakit ini.
Oleh karena itu, pihaknya memperkuat pengawasan di daerah tambang dan meningkatkan surveilans migrasi.
Pemerintah juga menginstruksikan penggunaan dana desa untuk mendukung pengadaan kelambu mengandung insektisida, alat tes cepat malaria (RDT), serta penyuluhan kepada masyarakat.
Selain itu, mitigasi faktor risiko dilakukan dengan survei epidemiologi dan pemberantasan sarang nyamuk di bekas galian tambang.
Kasus malaria di Boalemo menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa bulan terakhir, sejalan dengan yang terjadi di Kabupaten Pohuwato.
Dinas Kesehatan Boalemo kini memperkuat koordinasi lintas wilayah guna mengendalikan penyebaran penyakit ini dan mencegah potensi lonjakan kasus lebih lanjut.
Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan segera melaporkan kasus-kasus yang dicurigai sebagai malaria kepada fasilitas kesehatan terdekat.
Jumlah kasus yang ada saat ini, jika dihitung dengan jumlah penduduk sekitar 152.851 jiwa, maka insidensi malaria di Boalemo mencapai 1,23 per 1.000 penduduk selama triwulan pertama di tahun ini.
Angka ini patut diwaspadai, mengingat insiden rate yang di tetapkan WHO adalah satu kasus per 1.000 penduduk sebagai ambang batas daerah bebas malaria.
