Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa sebesar 3,2 gigawatt (GW) dari 6,3 GW pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) beroperasi atau memasuki tahap Commercial Operation Date (COD) pada 2025.
“Sebagian besar yang batu bara ini sudah COD di 2025 ini sekitar 3,2 GW,” ucap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu dalam acara Diseminasi RUKN dan RUPTL di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin.
Kapasitas sebesar 3,2 GW tersebut tidak datang dari satu pembangkit saja. Jisman menyampaikan bahwa 3,2 GW merupakan akumulasi kapasitas dari berbagai PLTU yang COD pada 2025.
Kontrak dari berbcagai PLTU tersebut pun bermacam-macam, oleh karena itu ia tidak bisa merinci hingga kapan pembangkit-pembangkit tersebut akan beroperasi.
“Pembangkit itu ada yang IPP (independent power producer/pembangkit swasta), ada PLN. Jadi banyak (pembangkit), tapi totalnya sekitar 3,2 GW yang tahun ini akan COD,” tutur Jisman.
Sedangkan, sebesar 3,1 GW lainnya sebagian besar sedang dalam tahap konstruksi. Target pembangunan PLTU berkapasitas 6,3 GW tersebut termaktub dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034.
Jiman menjelaskan bahwa pembangunan berbagai PLTU tersebut, dengan total kapasitas yang nantinya akan mencapai 6,3 GW, merupakan lanjutan dari RUPTL yang sebelumnya.
“PLTU batu bara ini bukan barang haram. Batu bara banyak dihasilkan Indonesia,” kata Jisman.
Yang perlu menjadi perhatian, lanjut dia, adalah permasalahan emisi agar tidak memberi dampak buruk kepada masyarakat dan global.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyampaikan rencana pembangunan PLTU sebesar 6,3 gigawatt (GW) dirasa perlu, sebab penggunaan batu bara masih dibutuhkan oleh Indonesia sebagai pembangkit listrik.
Bahlil menyoroti intermitensi dari penggunaan energi baru dan terbarukan, utamanya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
“Kan energi baru terbarukan kita ini, kalau pada siang hari kan dia menyerap. Begitu sore hari, malam hari, udah enggak. Maka, harus ada batu bara,” kata Bahlil pada Senin (26/5).
Selain itu, Bahlil juga mengungkapkan bahwa negara-negara yang mengembangkan energi baru dan terbarukan masih meminta kontrak batu bara kepada Indonesia.
Menurut dia, apabila negara yang mengembangkan energi baru dan terbarukan saja masih memakai batu bara, maka tidak ada salahnya bagi Indonesia untuk tetap menggunakan batu bara, seperti membangun PLTU baru.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, termaktub target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Sebesar 61 persen dari penambahan pembangkit listrik, yakni 42,6 GW, berasal dari EBT; 15 persen atau 10,3 GW merupakan storage atau penyimpanan; serta 24 persen atau sebesar 16,6 GW dari tambahan pembangkit listrik merupakan energi yang berasal dari sumber daya fosil, seperti gas sebesar 10,3 GW dan batu bara sebesar 6,3 GW.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kementerian ESDM: 3,2 dari 6,3 GW PLTU mulai beroperasi tahun ini