Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pengamat sosial politik Universitas Negeri
Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto
harus mengikuti proses hukum terkait dugaan keterlibatan dalam kasus
korupsi proyek KTP-e.
"Sebaiknya pihak DPP Golkar menyarankan
Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum," kata Ubedilah kepada Antara
News, Jumat siang. "Jadikan proses hukum itu sebagai momentum
memperbaiki citra Golkar."
Sebelumnya, Setya Novanto mengajukan
praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/11)
setelah dijadikan tersangka untuk kedua kalinya. Ia juga pernah
ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KTP-e pada 17 Juli 2017.
KPK
pun untuk kedua kalinya menetapkan Setya Novanto sebagai daftar
pencarian orang (DPO) lantaran tidak berada di kediamannya saat dijemput
paksa seusai beberapa kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Namun
petinggi Partai Golkar itu mengalami kecelakaan di Jalan Permata Hijau,
Jakarta Selatan, pada Kamis malam (16/11), yang membuatnya dirawat di
Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Sebelumnya, ia juga dirawat di RS
Premier Jatinegara, Jakarta Timur, karena sakit jantung saat akan
diperiksa sebagai tersangka pada kasus itu.
Setelah dua kali
menjadi tersangka dan dua kali masuk rumah sakit, kini muncul
pertanyaaan di kalangan masyarakat yang ditambah dengan bertebarannya
ragam komentar dan meme dari warganet yang mempertanyakan apakah ketua
DPR RI itu benar-benar sakit atau tidak.
Menyikapi hal itu,
Ubedilah berpendapat kejadian yang menimpa Setya Novanto ikut mencoreng
citra Golkar di mata masyarakat menjelang tahun politik 2018 dan 2019.
"Elektabilitas partai itu dipengaruhi oleh dua hal yaitu oleh citra dan bekerjanya mesin politik partai," kata Ubedilah.
"Pada
kasus Setya Novanto tidak hanya memperburuk citra Setya Novanto tetapi
juga memperburuk citra partai karena melekat padanya sebagai ketua umum
Golkar," kata pengajar mata kuliah Sosiologi Politik di UNJ itu.
"Oleh
karena makin buruknya citra Golkar akibat kasus Setya Novanto maka akan
memberi pengaruh pada semakin rendahnya elektabilitas partai Golkar,
apalagi mesin politik partainya juga semakin terpengaruh mentalitasnya
akibat kasus tersebut," katanya.
Ubedilah berpendapat agar Partai
Golkar tidak ragu untuk memilih jalan Munaslub terkait penggantian
Setya Novanto dari posisi Ketum Golkar.
"Tampaknya ada dilema
psikologis pada pengurus Golkar antara loyalitas, tantangan tahun
politik 2018-2019 dan kehendak untuk mengikuti nalar publik," katanya.
"Ini yang membuat Golkar bimbang ambil jalan Munaslub."
Pengamat: Setya Novanto harus ikuti proses hukum demi citra Golkar
Jumat, 17 November 2017 15:00 WIB