Mekkah (Antaranews Gorontalo) - Jumlah pemeluk Islam di Indonesia yang terbesar apabila dibandingkan dengan populasi Muslim di negara lain, memiliki harapan agar kuota haji Indonesia ditambah sehingga mengurangi antrean berhaji sebagaimana saat ini.
Antrean untuk naik haji di Tanah Suci, Arab Saudi di berbagai wilayah di Indonesia relatif sangat panjang bahkan ada yang mencapai 30 tahun tergantung daerah. Wajar, lebih dari 100 juta Muslim di Indonesia seperti berebut 221 ribu kuota agar bisa menunaikan ibadah rukun Islam kelima tersebut.
Harapan penambahan kuota juga sempat menyeruak setelah Arab Saudi melakukan perluasan zona Masjidil Haram yang menjadi episentrum ibadah umat Islam.
Saat proses perluasan kuota haji Indonesia dipotong 20 persen dan setelah hampir rampung jatah itu kembali. Sempat ada keyakinan warga Indonesia kuota haji yang kembali itu akan ditambah akan tetapi ternyata tidak.
Masjidil Haram sebagai salah satu situs suci umat Islam itu setidaknya memiliki dua titik termasyur sejak dahulu yaitu Kakbah dan sumber air Zamzam.
Tanpa meniadakan titik penting lainnya, setidaknya dua tengara itu kerap membuat orang ingin mengunjungi Masjidil Haram. Kakbah merupakan kiblat shalat dan menjadi area ibadah tawaf. Bangunan berbentuk kubus bersama Masjidil Haram itu diyakini merupakan refleksi dari rumah di surga yang bernama Baitul Makmur.
Zamzam adalah oasis di tengah gurun yang panas dan menjadi sumber air minum peziarah yang tidak pernah kering dengan berbagai manfaat kesehatan karena secara kimia merupakan air basa dengan kandungan mineral yang baik untuk tubuh. Dua buah keajaiban yang membuat banyak orang Islam terpesona sehingga bisa datang ke tempat tersebut, bahkan berkali-kali.
Situs paling penting Muslim itu kini bisa menampung hampir dua juta peziarah per harinya. Angka bisa bertambah seiring ekspansi Haram yang terus berlangsung hingga 2030.
Laporan media lokal Saudi menyebut ekspansi Haram hingga saat ini terus berlangsug hingga 2030. Pada tahun tersebut nantinya kapasitas Masjidil Haram itu bisa melayani 30 juta peziarah setiap tahunnya. Ambisi otoritas Saudi itu sejalan dengan program pembangunan bertajuk Visi 2030.
Akan tetapi, persoalan penambahan kuota Indonesia nampaknya bukan persoalan enteng jika hanya disangkutpautkan dengan ekspansi Masjidil Haram. Besarnya kapasitas Masjidil Haram hanya bisa menampung jamaah saat menjalankan rukun dan wajib haji yaitu untuk tawaf, sai, dan bercukur.
Sementara itu, di luar wilayah Masjidil Haram terdapat rukun dan wajib haji yang harus dijalani jamaah haji, seperti berihram dari titik yang ditentukan, wukuf di Padang Arafah, lempar jumrah di Jamarat, dan mabit di Mina.
Persoalan yang paling krusial adalah saat jamaah melakukan mabit atau menginap sementara di Mina. Tenda untuk mabit tidak memiliki kapasitas memadai untuk jamaah haji Indonesia dan mancanegara saat ini. Dengan kapasitas 221 ribu orang untuk jamaah Indonesia, tenda-tenda di Mina dijejali jamaah Tanah Air untuk mabit.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan seberapa pun tambahan kuota haji Indonesia jika tidak diimbangi dengan peningkatan ruang di Mina maka akan membahayakan keselamatan jiwa jamaah. Penambahan kuota haji harus secara menyeluruh untuk memperhatikan aspek lainnya.
Menurut dia, menambah kuota jamaah haji jika tidak diimbangi dengan infrastruktur yang cukup juga berpotensi menjadi tragedi kemanusiaan yang luar biasa.
Fasilitas tenda Mina saat ini saja tergolong berjubel sehingga mengurangi kenyamanan jamaah saat bermalam di Mina yang tempatnya tergolong tidak memadai untuk jumlah jamaah saat ini.
"Penambahan kuota itu menuntut konsekuensi adanya penambahan daya tampung Mina," kata dia.
Dia mengatakan Mina merupakan titik krusial dari penyelenggaraan haji sementara kawasan itu tidak bisa diperlebar wilayahnya selain ke atas. Secara syariah yang sangat mengikat ketentuan berada di Mina dalam rangkaian ibadah haji tidak bisa berada di luar wilayah itu.
Untuk itu, Lukman meminta ada penambahan kapasitas Mina terlebih dahulu baru bicara soal penambahan kuota jamaah haji Indonesia. Maka, dia berharap agar ada penambahan fasilitas dan kapasitas di Mina dalam waktu dekat.
"Di Mina daya tampung satu-satunya harus ke atas, perlu juga penambahan tenda dan toilet-toilet, agar ada jalan bertingkat di Mina untuk jumlah jamaah yang lebih besar," kata dia.
Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) M. Samidin Nashir meminta pemerintah Indonesia mengupayakan tenda yang lebih luas di Mina, tempat jamaah haji menginap sementara.
Saat ini, ruang bagi jamaah dalam satu tenda untuk mabit hanya 0,8-0,9 meter per orang padahal idealnya lebih lapang sekitar 1-1,5 meter.
"Sehingga jamaah tidak bisa istirahat dengan nyaman. Saat ini jamaah hanya bisa tidur dengan kaki tertekuk. Akibatnya, sebagian jamaah tidur di luar tenda," katanya.
Dia mengatakan tenda Mina yang penuh sesak selalu menjadi masalah dari tahun ke tahun dan kerja sama lintas lembaga Indonesia dan Arab Saudi dibutuhkan untuk mengatasinya. Guna mencegah kepadatan tenda-tenda jamaah di Mina penambahan fasilitas tenda sementara bisa menjadi solusi dalam jangka pendek.
Selain itu, karena area Mina menurut ketentuan tidak bisa diperluas, ada wacana untuk membuat tenda bertingkat guna menambah kapasitas tenda. Namun usul tersebut belum ditindaklanjuti.
"Penambahan kuota itu dihadapkan dengan fasilitas yang tersedia di Mina sekarang ini belum. Belum memungkinkan ditambah. Kasihan jamaah. Kecuali kalau rekomendasi KPHI, yang sudah kami sampaikan dua tahun lalu, agar tenda Mina itu ditingkat, baru kuota bisa ditambah. Kalau tidak kasihan jamaah," kata dia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengusulkan agar tenda Mina menjadi salah satu fokus pemerintah supaya diperhatikan perbaikannya. Salah satunya menguatkan lobi pemerintah terhadap Arab Saudi agar fasilitas Mina dan yang terkait haji diperbaiki.
Dia mengatakan kondisi jamaah di dalam tenda Mina sangat penuh sesak, tidur tidak layak bahkan ada jamaah yang terpaksa tidur di luar tenda.
Rasio toilet di Mina juga tidak sesuai dengan jumlah jamaah. Akibatnya, antrian sangat panjang sehingga memakan waktu dan energi terutama untuk jamaah lansia.
Selain itu, kata dia, terdapat persoalan jamaah Indonesia yang ditempatkan di Mina Jadid saat melakukan mabit dan menunggu waktu lempar jumrah di Jamarat.
Ketika berjalan dari tenda Mina Jadid atau Mina Baru ke Jamarat juga terlampau jauh bisa mencapai 12 kilometer pergi pulang dengan berjalan kaki.
Mina Jadid merupakan kawasan satelit hasil perluasan Mina yang dipakai jamaah haji dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, untuk mabit.
"Masih ada jamaah Indonesia yang ditempatkan di Mina Jadid yang sangat jauh jaraknya ke Jamarat. Selain masalah jarak, posisi di sini masih jadi masalah syariah bagi sebagian jamaah haji," katanya.
Dia menilai Arab Saudi selaku panitia penyelenggara ibadah haji tergolong lambat meningkatkan fasilitas di Mina. Maka, sebaiknya pemerintah memperkuat lobi agar Mina menjadi lebih nyaman bagi jamaah haji.
"Perkuat lobi kepada pemerintah Arab Saudi untuk peningkatan fasilitas di Mina dan Arafah terutama untuk kapasitas tenda, penambahan jumlah dan kualitas toilet agar lebih sebanding dengan jumlah jamaah, kebijakan waktu operasi bus shalawat, penempatan jamaah haji Indonesia di Mina Jadid, serta peningkatan sistem transportasi dari maktab Mina Jadid ke Jamarat," katanya.
Merespons berbagai usulan soal Mina, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemerintah berupaya melobi pemerintah Arab Saudi meskipun hingga kini belum ada kemajuan yang positif terhadap lobi-lobi yang dilakukan.
"Kami berulang kali telah meminta pemerintah Arab Saudi untuk memperbaiki fasilitas di Mina," katanya.