Suara alat berat excavator bergemuruh ketika membongkar reruntuhan bangunan pada titik likuifaksi atau pencairan disertai pergeseran tanah di Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mencari korban yang masih tertimbun empat hari pascagempa, tsunami dan likuifaksi pada Jumat 28 September 2018.
Pasukan berbaju loreng bersama tim Basarnas bersiap melakukan evakuasi jasad korban yang berhasil ditemukan. Status kala itu merupakan tanggap darurat bencana, setelah alam menujukkan kekuatannya menggetarkan tiga daerah, yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala hingga merembes ke Parigi Moutong.
Peristiwa likuifaksi juga terjadi di Perumnas Balaroa, Palu dan Jono Oge di Kabupaten Sigi. Lahan yang amblas di pemukiman Balaroa seluas 47,8 hektare, Petobo 181 hektare serta di Jono Oge seluas 202 hektare.
Gempa bumi berkekuatan 7,4 Skala Richter (SR) itu membawa tsunami, hingga menimbulkan likuifaksi terbesar sepanjang sejarah karena meluluhlantahkan puluhan ribu tempat tinggal pada tiga daerah di Provisi Sulteng tersebut. Ribuan nyawa melayang, baik yang ditemukan maupun hilang dan tertimbun.
Pascagempa petang itu, Kota Palu lumpuh total. Komunikasi serta listrik terputus, air bersih sangat sulit, penjarahan meluas dimana-mana, tidak hanya pusat pertokoan, minimarket, toko elektronik dan toko lainnya hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi sasaran.
Bala bantuan dari luar daerah kala itu sementara bergerak menuju Palu termasuk ke daerah terdampak. Mengingat kondisi dan situasi mengkhawatirkan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) langsung menghambil alih komando kota.
Birokrasi pemerintahan daerah setempat tidak berjalan, suasana kota mencekam dan menjadi kota mati karena perekonomian lumpuh. Hanya aktivitas tentara dan tim kesehatan serta tim penyelamat yang riuh menyalakan sirine kendaraan dinas membawa korban.
Markas Komando Resort Militer (Korem) 132 Tadulako di Kota Palu pun dijadikan pusat koordinasi. Pasukan TNI dari tiga matra, TNI-AD, TNI-AU dan TNI-AL dari berbagai daerah didatangkan untuk membantu penanganan tanggap darurat.
Kala itu, tim kesehatan TNI pertama mendarat menggunakan pesawat Hercules saat landasan pacu di Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Palu, dinyatakan steril, usai personel TNI melakukan pembersihan serta mendirikan menara pengawas, karena sebelumnya menara pengawas bandara roboh.
"Kami tim tenaga medis Batalyon Kesehatan (Yonkes) pertama mendarat di bandara Palu untuk segera memberikan penanganan medis bagi para korban, termasuk mendirikan rumah sakit lapangan, karena rumah sakit waktu itu juga kena gempa," kata Kepala Kesehatan Kostrad, Kolonel (Ckm) dr Ahmad Zumaro.
Kodam XIV Hasanuddin, yang terdekat dari lokasi, di awal juga mengirimkan pasukannya sebanyak 1.500 personel, terdiri atas Divisi Infanteri 3 Kostrad dan Batalyon Zeni Tempur 8/Sakti Mandra Guna atau Yon Zipur 8/SMG untuk membantu pemulihan. Pengiriman pasukan terbagi dua, jalur darat dan laut.
Sedangkan Satgas Kesehatan TNI dari Yonkes 2/Divisi 2 Kostrad berkekuatan 50 prajurit dipimpin Danyonkes 2 Kostrad, Mayor (Ckm) Djefri Frederik Longdong dari Malang, Jatim, juga diberangkatkan ke Palu menggunakan pesawat Hercules C 130 A 1312 milik TNI-AU guna membantu penanganan bencana.
"Dari Halim Perdana Kusuma dan Malang total sekitar 250 personel TNI Yonkes dari Kostrad dan dari marinir TNI-Al dikirim ke Sulteng pascagempa," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Novyan Samyoga.
Baca juga: KRI dr Soeharso-990 layani 1.238 pasien gempa
Seiring berjalannya waktu, jaringan komunikasi dan listrik mulai berfungsi, pasukan TNI terus berdatangan untuk membantu penanganan termasuk mengamankan dan memulihkan kota.
Para penjarah banyak ditangkap, dan pasukan Yon Zipur disebar membantu para korban bersama tim sukarelawan serta membuka akses jalan dan membangun tempat pengungsian, sementara pasukan Yonkes diturunkan bertugas memberikan bantuan medis di pengungsian.
Baca juga: Aparat TNI/Polri pulihkan keamanan di Sulteng
Masa Pemulihan
Hingga hari ke-24 masa pemulihan tanggap darurat yang diperpanjang 26 Oktober 2018 terus menunjukkan perkembangan positif. Kota mulai pulih. Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) TNI yang terbentuk berupaya memulihkan daerah terdampak.
Ratusan tenda pengungsian telah berdiri, tempat pengungsian terpadu mulai aktif dihuni pengungsi di wilayah terdampak. Selain tenda dari Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) dan kementerian, bantuan tenda dari negara tetangga terus berdatangan. Sebagian sudah didirikan di sekitar Petobo dan Balaroa serta daerah Sigi dan Donggala.
Data Kogasgabpad hingga Minggu (21/10) 2018, jumlah personel TNI yang masih bertahan sebanyak 6.429 orang, terdiri atas unsur Mabes TNI 13 orang, TNI-AD 3.739 orang, TNI-AL 1.600 orang dan TNI-AU 947 orang. Polri 2.528 orang, dan sukarelawan dari 4.448 orang, sebanyak 1.077 orang sudah kembali.
Untuk alat angkut, pesawat TNI-AU Hercules lima kali sorties (terbang) dan CN-239 satu kali sorties, dan pesawat asing mendrop bantuan delapan kali sorties.
Kemudian, lima unit helikopter -- dua dari Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Penerbad) dan dua TNI-AU --, empat unit pesawat CN-295 TNI-AU, satu unit Cesna TNI-AL, dan lima unit kapal perang KRI serta dua unit Kapal Angkatan Laut (KAL), yakni jenis kapal untuk patroli.
Personel TNI juga membantu pemulihan pengungsi dengan memberikan "trauma healing" (pemulihan trauma) guna memulihkan kondisi kejiwaan korban, terutama anak-anak, membantu pendistribusian logistik dan bahkan ke daerah terisolasi melalui darat, laut dan udara.
Kemudian, membuka akses jalan, membantu penyemprotan insektisida melalui udara (helikopter) maupun manual serta "fogging" di daerah terdampak parah, seperti di Petobo, Balaroa, Jono Oge, guna mematikan vektor pembawa penyakit seperti lalat dan nyamuk.
Selanjutnya, membantu pembuatan shelter dan hunian sementara (huntara) di masing-masing sektor dilengkapi pos kesehatan, membangun tempat mandi-cuci-kakus (MCK), dapur umum, dan mendistribusikan air bersih.
TNI juga membantu melaksanakan pembersihan puing-puing di daerah terdampak, pembersihan rumah, sekolah, dan tempat ibadah di wilayah Palu, Sigi dan Donggala, mendata pengungsi, membangun tenda sekolah darurat, pembersihan sampah di jalan kota/kabupaten terdampak serta bantuan sosial lainnya.
Baca juga: TNI bantu bersihkan IAIN dari lumpur pascatsunami
Selain itu, TNI juga terus berkoordinasi dengan seluruh elemen yang bergabung dalam Kogasgabpad yakni BNPB, Pemerintah Provinsi Sulteng, Kementerian ESDM, Kementerian PUPR, Kemenkes, PLN, PMI dan sejumlah pihak terkait dalam penanganan bencana masa tanggap darurat.
"Untung ada tentara, kalau mereka tidak ada, tidak mungkin Kota Palu, Sigi dan Donggala, pulih kembali. Kami sebagai korban sangat terbantu kehadiran TNI, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh personel TNI dan pihak-pihak lain yang membantu," ujar Samsuddin warga Balaroa.
Kunjungan Panglima TNI
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan peninjauan di daerah terdampak gempa tsunami disertai likuifaksi di Perumahan Nasional (Perumnas) Balaroa, sekaligus di pekuburan massal Kota Palu, Sulteng pada Jumat (19/10) lalu.
Di lokasi pekuburan massal, Poboya, Palu Timur, Panglima menginstruksikan kepada jajaran TNI yang bertugas untuk memperbaiki pemakaman itu dengan menata lebih baik dari sebelumnya.
"Saya minta agar tempat ini dibangun dan ditata rapi agar para keluarga yang akan berziarah bisa lebih nyaman, termasuk membangun monumen di sini," ujar Hadi.
Sementara di lokasi yang terdampak parah di Perumnas Balaroa, Kelurahan Balaroa, Palu Barat, Panglima memerintahkan Komandan Resor Militer (Danrem) 132 Tadulako, Kolonel (Inf) Agus Sasmita tetap melanjutkan pekerjaan merapikan lokasi tersebut.
"Kalau bisa diselesaikan dan ditimbun tanah di sini. Tolong ini dirapikan supaya jangan lagi kita susahkan masyarakat setelah masa tugas ini selesai," ujarnya kepada Danrem di lokasi.
Panglima juga menekankan dan memotivasi agar prajurit TNI terus membantu rakyat apalagi yang terkena musibah gempa di Sulteng.
Kepala Penerangan Kogasgabpad Sulteng, Kolonel (Inf) Teguh Puji Raharjo mengatakan, kunjungan Panglima TNI ke Palu untuk memastikan kinerja prajurit yang bertugas berjalan baik.
"Kedatangan Panglima untuk memastikan agar TNI hadir di tengah-tengah rakyat apalagi ini adalah musibah bencana kemanusiaan yang patut menjadi perhatian utama," tambahnya.
Cerita anak pengungsi
Selama masa tanggap darurat prajurit TNI yang membantu para korban bencana punya cerita sendiri, yakni suka duka bertugas di daerah terdampak gempa.
Mereka harus memilih antara keluarga dan tugas negara, namun sebagai prajurit harus tetap setia dan tunduk terhadap perintah atasan.
"Kami harus tetap bekerja untuk membantu masyarakat di sini yang tertimpa musibah. Perintah harus dijalankan meski harus meninggalkan keluarga, ini misi kemanusiaan yang harus kami emban, TNI bagian dari rakyat," kata salah seorang prajurit bernama Tommy, yang bertugas di lokasi pengungsian Duyu, Palu Barat.
Di tempat terpisah, seorang anak bernama Taufiqurrahman yang masih duduk di bangku kelas III SD Inpres Watuoge, Kelurahan Taipa, Kecamatan Palu Utara, saat berada di tempat pengungsian setempat bercita-cita ingin menjadi tentara, bila kelak dirinya dewasa.
"Saya ingin sekolah supaya pintar dan nanti kalau sudah besar bisa membantu orang lain seperti 'om' (paman) tentara. Saya senang sama 'om' ini. Nanti mau jadi tentara juga," tutur Fiqur di hadapan Danyon Arhanud 16/SBC Letkol (Arh) Agung Rakhman.
Baca juga: TNI buka TPA di lokasi pengungsian
Agung mengatakan turut senang serta memberikan motivasi, tidak hanya kepada Fiqur -- panggilan karib Taufiqurrahman -- maupun keluarganya, tapi juga kepada seluruh pengungsi agar kuat sabar dan ikhlas menghadapi cobaan ini
"Tugas tentara itu berat risikonya, siap mengorbankan jiwa dan raga untuk bangsa dan rakyat Indonesia, maka menjadi tentara sangat mulia. Kalau Fiqur atau kakaknya mau jadi seperti kami, dari sekarang belajar yang rajin, tekun, taat dan membantu orang tua. Paling penting doa restu orang tua kepada Allah SWT," tuturnya sembari mengamini cita-cita Fiqur.
Pengungsian tempat tinggal Taufiqurrahman merupakan tempat pengungsian kedua yang dibuat Batalyon Arhanud 16/SBC untuk merelokasi masyarakat yang terkena dampak langsung gempa bumi disusul tsunami.
Berdasarkan data Kogasgabpad per 21 Oktober 2018, jumlah korban meninggal dunia sebanyak 2.077 jiwa, dimakamkan 1.164 orang, hilang dan tertimbun 1.330 orang berdasarkan laporan keluarga.
Korban luka mencapai 4.438 orang, pengungsi 205.870 orang di Sulteng, Makassar, Sulsel, sebanyak 6.635 orang, Kalimantan sebanyak 2.096 orang dan kerusakan rumah penduduk mencapai 68.451 unit.