Gorontalo (ANTARA) - Kicauan burung bersahutan dari balik pepohonan diwarnai suara air sungai yang mengalir dari belakang rumah di pemukiman Suku Polahi yang berada di tengah hutan perbukitan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo.
Dua anak kembar, Ela dan Moto, yang seharusnya sudah menimba ilmu di Sekolah Dasar (SD) bermain di dapur yang berdinding papan, beratap rumbia, lantai tanah, dan terpisah dari rumah utama.
Saat berjumpa dengan orang yang baru ditemui, nampak raut wajah mereka malu dan penuh tanda tanya. Sesekali mereka berbisik dengan menggunakan bahasa Gorontalo dengan dialek khas daerah di Provinsi Gorontalo it.
Suasana mulai sedikit mencair saat salah seorang relawan mengajak mereka untuk berbicara dan menunjukkan buku bergambar dan krayon aneka warna, serta kertas belajar abjad.
Salah seorang anak Suku Polahi, Ela, mengaku sangat ingin merasakan nikmatnya pendidikan sebagaimana layaknya anak pada umumnya.
"Saya sangat ingin belajar apalagi kalau ada yang mau mengajari kami cara menghitung dan menghafal abjad, seperti yang diajarkan oleh Mita (Paramitha Kinanti, red.)," ucap dia.
Saat Ela sudah bisa menghafal angka mulai dari 1 hingga 10, namun terkadang angka-angka tersebut masih sulit untuk diucapkan oleh mereka jika posisi angka itu diacak.
Moto yang juga kembaran Ela itu, menjelaskan bahwa dirinya sangat ingin untuk bisa belajar mengetahui tentang berbagai jenis warna.
"Ada banyak warna di pensil warna, tapi saya baru bisa menyebutkan beberapa warna saja, saya berharap ada yang bisa mengajarkan kami untuk menghafalkan warna-warna tersebut," ucap dia dalam bahasa Gorontalo.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gorontalo Lilian Rahman mengatakan bahwa pihaknya memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak Suku Polahi melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
"Beberapa waktu lalu juga kita pernah membawa salah seorang Suku Polahi, untuk diberikan pelatihan," ucap dia.
Ia mengaku bahwa Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo berkomitmen untuk memberikan pendidikan bagi seluruh masyarakat di daerah itu, termasuk mereka dari Suku Polahi.
Salah seorang tutor di PKBM Hutuo Lestari, Paramita Kinanti, yang telah 13 kali mengajar warga Suku Polahi itu, mengatakan bahwa pelatihan awal yang diberikan adalah memegang pensil, pengenalan buku, dan menulis nama hingga mengenal uang rupiah.
"Awalnya kami memberikan pelatihan di Desa Tamaila, jadi 13 orang warga Suku Polahi turun ke desa dan memberikan pelatihan di salah satu rumah warga. Menulis menjadi kendala bagi mereka," ujar dia. Hingga saat ini, ia telah tiga kali memberikan pelatihan ke permukiman Suku Polahi dan 10 kali di rumah warga tersebut.
Saat Tim Antara di Gorontalo mendatangi permukiman warga Suku Polahi, sejumlah relawan membawakan bantuan, berupa buku gambar dan pensil warna. Ternyata beberapa anak di tempat itu memiliki potensi di bidang seni mewarnai dan mengasilkan gambar burung dengan warna yang nampak cantik.
Adalah Citimall Gorontalo yang menyerahkan bantuan buku, pensil warna, peralatan mandi, sikat gigi, makanan, dan susu kepada 13 warga suku terasing, Polahi tersebut.
Pihak manajemen Citimall Gorontalo, Vina, mengatakan bantuan tersebut merupakan salah satu bentuk perhatian dari pihaknya akan keberadaan Suku Polahi yang tinggal cukup jauh dari permukiman masyarakat.
"Kami ingin mereka bisa mendapatkan pengetahuan melalui buku, bisa menggambar, mewarnai, serta memenuhi salah satu kebutuhan gizi, yaitu susu," ujar dia.
Menurut dia,, dengan memberikan berbagai buku dan buku bergambar serta pensil warna maka anak-anak Suku Polahi dapat belajar dengan cara yang lebih menyenangkan.
"Merupakan kebahagiaan dan kebanggaan kami dapat berbagi dengan Suku Polahi, semoga bantuan ini dapat membantu mereka dan berguna," kata dia.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Tamaila, Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Soman, mengatakan bahwa warga Suku Polahi yang tinggal di tengah hutan dan perbukitan di daerah itu membutuhkan pendidikan yang layak.
Soman yang telah berteman cukup lama dengan warga Suku Polahi tersebut, mengaku kalau ada lagi relawan pendidikan lainnya yang ingin datang ke tempat tersebut untuk mendedikasikan diri berupa memberi pelajaran kepada anak-anak Suku Polahi maka ia akan siap menjadi ojek secara gratis.
"Saya rela menembus hutan secara gratis demi mengantarkan guru yang mau mengajar untuk anak-anak Polahi dari pergi hingga pulang," ungkap dia.
Kendala yang dihadapi tenaga pengajar atau relawan yang ingin menuju lokasi permukiman warga Suku Polahi, yaitu jarak dan medan yang cukup berat. Mereka harus menelusuri jalan setapak di dalam hutan dan melewati sungai dengan berjalan kaki.
Mengumpulkan warga Suku Polahi untuk datang ke lokasi pelatihan di desa juga cukup sulit. Selain itu, masalah dana juga bisa menjadi kendala tersendiri bagi tutor karena jarak yang cukup jauh dari ibu kota kabupaten itu.
Padahal, kehendak anak-anak suku terasing itu untuk mengenyam pendidikan cukup kuat.
Ketika suku terasing (Polahi) ingin sekolah
Kamis, 28 Maret 2019 23:37 WIB