Gorontalo (ANTARA) - Sudah 20 menit berlalu, seorang lelaki masih sibuk mengayunkan cetok dan mengangkat tanah dengan pelan. Basir tampak berhati-hati saat menggali di salah satu sudut kotak tanah, yang berukuran satu meter kali satu meter itu.
Di sampingnya, seorang lelaki bernama Lagani sudah memegang serok tanpa gagang. Ia membantu Basir menyingkirkan tanah-tanah hasil galian.
"Harus pelan dan hati-hati, karena kita sedang menggali harta karun," kata Lagani sambil tersenyum lebar.
Sore itu sedang gerimis. Basir dan Lagani melakukan penggalian di bawah naungan terpal. Keduanya merupakan tenaga lokal yang membantu para peneliti.
Tak jauh dari posisi kotak yang digali, dua orang lainnya sedang mencatat temuan dalam penggalian.
Salah seorang diantaranya adalah Irna Saptaningrum. Ia adalah arkeolog dan ketua tim dalam penelitian tersebut.
Irna dan timnya dari Balai Arkelogi Sulawesi Utara, sedang mengungkap sejarah Benteng Kota Mas yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Sudah 17 hari tim peneliti berada kawasan benteng yang terdapat di Dusun Moluo Desa Cisadane, Kecamatan Kwandang itu.
Penelitian mengenai arsitektur Benteng Kota Mas, sebelumnya telah dilakukan pada tahun 1997 untuk survei kondisi benteng dan denahnya. Penelitian kedua dilakukan tahun 2001-2002, berupa penggalian untuk mendapatkan data tentang struktur dinding benteng.
Penelitian kemudian dilanjutkan pada tahun 2019 dan 2021, untuk mengetahui posisi bangunan lainnya di dalam kawasan benteng tersebut.
Yang tersisa
Benteng Kota Mas lebih dikenal dengan nama Benteng Maas, yang terdaftar sebagai Cagar Budaya dan dilindungi dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Benteng Maas berada di bawah pengawasan dan pemeliharaan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo. Hingga tahun 2021, kondisi bangunan benteng sebagian besar telah runtuh.
Jejak yang tersisa hanya satu bangunan bastion di bagian Timur Laut, serta pintu gerbang dan reruntuhan dinding di sisi Barat. Bastion adalah bagian dari benteng yang menjorok keluar dan berfungsi untuk pemantauan kondisi luar benteng.
Satu bastion yang tersisa, bentuknya segi delapan dengan kondisi yang cukup utuh. Bastion ini berdiameter 9,30 meter, dengan tinggi dinding 4,30 meter dan ketebalan 0,70 meter.
Sementara pada pintu gerbang bagian Barat, terdapat ruangan persegi panjang di samping kiri dan kanan, yang dilengkapi jendela intai. Bahan dari bangunan itu didominasi oleh terumbu karang, serta batuan lainnya seperti andesit, breksi tufaan, batuan metasedimen, dan basal.
"Kami ingin menemukan tiga bastion lainnya, karena dalam literatur lama disebutkan benteng maas memiliki empat bastion," kata Irna.
Irna menyebut, dalam tulisan Riedel tahun 1869 menyinggung tentang pendirian benteng di Kwandang yang termaktub dalam sebuah kontrak.
Kontrak tersebut ditandatangani pada 22 Juli 1765 oleh penguasa Limuto, dengan Gubernur dan Direktur Maluku.
Isi perjanjian menyebut tentang penyetoran emas, melarang orang asing di sungai dan pelabuhan, serta membangun benteng di Kwandang.
Pada masa kekuasaan Bia, ibukota Limuto dipindahkan ke Wanengo (nama asli Kwandang). Bia kemudian membangun dua benteng batu yakni Benteng Leiden (kini dikenal dengan nama Benteng Oranje) dan Benteng Maas.
Dalam majalah Oudheidkundig Verslag tahun 1928, Benteng Maas disebut dengan nama Kota Mas. Pada tahun itu kondisi benteng digambarkan telah runtuh, namun masih ada dua bastion yang berdiri.
Tulisan ini juga mengungkap ada saksi mata yang mengatakan pada tahun 1911 kondisi benteng masih memiliki banyak tempat tinggal dan lumayan utuh, namun penduduk sekitar telah meruntuhkannya dan menggunakan batu benteng untuk membangun sebuah masjid.
Pada tahun 2010, Pusat Dokumentasi Arsitektur juga menginventarisir Benteng Maas.
Hasil identifikasi terhadap bangunannya, disebutkan jika benteng tersebut dibangun oleh orang Spanyol dan lebih dikenal dengan nama Kota Mas pada masa itu.
Temuan penting
Pada penelitian bulan Juni tahun 2021, Balai Arkeologi kembali mengumpulkan data dengan metode ekskavasi, yakni penggalian tanah yang dilakukan sistematis untuk menemukan tinggalan arkeologis.
Ekskavasi dilakukan dengan memilih tempat tertentu di situs Benteng Maas, dengan sistem parit (trench system) yaitu kotak-kotak ekskavasi yang disusun memanjang.
Masing-masing kotak digali dengan kedalaman yang sama, seperti yang dilakukan oleh Basir dan Lagani. Dari hasil penggalian tersebut, para peneliti menemukan empat struktur bangunan dengan bentuk berbeda.
Struktur pertama adalah sumur dengan diameter 2,8 meter, memiliki lantai di bagian luar sumur, serta saluran pembuangan sepanjang tujuh meter.
"Sumur ini dibangun dengan jenius, karena pembuangannya diatur agar tak mencemari laut. Ini satu-satunya benteng di Indonesia yang polanya seperti ini," ungkap arkeolog lainnya, Agus Tri Hascaryo.
Struktur kedua yang ditemukan adalah sumur yang lebih kecil, jaraknya hanya sekitar dua meter dari sumur pertama. Temuan struktur ketiga berbentuk memanjang di dalam tanah, namun belum diketahui bentuk utuh dan fungsinya.
Sedangkan struktur keempat yang ditemukan berbentuk lingkaran yang tidak utuh, namun tidak memiliki kedalaman sehingga dipastikan bukan sumur.
Selain menemukan struktur bangunan, peneliti juga berhasil menggali tinggalan penting lainnya seperti uang kuno, pecahan gerabah, dan keramik.
Menurut Irna, dua keping uang yang ditemukan dikeluarkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, sedangkan satu keping lainnya dikeluarkan oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Dari keping uang yang dikeluarkan VOC, menunjukkan jika benteng tersebut sudah ditempati sejak kedatangan bangsa barat di Kwandang.
Sementara itu, fragmen keramik yang ditemukan memiliki variasi corak dan warna diantaranya biru dan putih. Keramik itu diduga merupakan keramik Cina, yang diproduksi pada akhir abad XVII.
Temuan yang tak kalah penting adalah bongkahan arang. Jejak karbon pada arang tersebut dapat digunakan untuk mengungkap usia bangunan.
"Temuan arang ini sangat berarti bagi kami. Arangnya akan dikirim ke laboratorium untuk analisis carbon date," ujar Irna.
Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Gorontalo Utara Thoriq Modanggu berjanji pihaknya akan menjaga cagar budaya itu dengan melibatkan peran warga setempat.
"Temuan ini adalah harta yang tidak ternilai bagi Gorontalo Utara. Mungkin sebelumnya tidak menarik, tapi setelah pelan-pelan sejarahnya terungkap, makin banyak hal penting dan menarik dari benteng ini," katanya saat meninjau langsung ekskavasi benteng pada 3 Juli 2021.
Kini, temuan struktur bangunan tersebut sudah dipagari sementara, sebagai penanda kawasan penting dan bukan tempat sampah seperti sebelumnya.
Benar kata Lagani, Benteng Kota Mas ibarat harta karun. Harta berupa jejak masa lampau yang masih tersisa.Tim peneliti mempunyai harapan besar tinggalan yang sudah digali ini, dipelihara dan mendapat perhatian besar dari pemerintah daerah dan masyarakat luas.
Mengurai sejarah Benteng Kota Mas di Gorontalo Utara
Sabtu, 31 Juli 2021 18:18 WIB