PT Pertamina (Persero) mengembangkan bisnis carbon capture storage (CCS) dan gas alam cair (LNG) secara terintegrasi untuk mengurangi emisi karbon.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan Pertamina akan mengubah tren investasi secara bertahap dari bisnis minyak (fuel) kepada bisnis carbon capture dan solusi gas alam.
Pengembangan bisnis Pertamina ini sejalan dengan pencapaian target pemerintah mengurangi emisi karbon guna mencapai nol emisi karbon pada 2060.
“Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan CO2 sebanyak 400 gigaton. Jadi, kami dapat mengembangkan sebuah pusat kawasan untuk CO2. Dan sangat penting bahwa mekanisme perdagangan karbon harus dibentuk agar CCUS menjadi lebih layak secara ekonomi,” ujar Nicke.
Menurut dia, negara-negara di dunia menghadapi masalah serius terkait perubahan iklim dan tujuan bersama mencapai emisi nol karbon. Oleh karena itu, semua negara dan perusahaan sedang berlomba menuju tujuan yang sama, yakni tercapainya emisi nol karbon.
Nicke menambahkan Pertamina telah menjalankan peta jalan transisi energi yang tepat dengan menjaga keseimbangan antara keandalan dan keamanan energi nasional sekaligus mengatasi masalah iklim.
“Menyadari adanya kontribusi bisnis yang mewariskan emisi karbon, kami mengembangkan bisnis karbon negatif, termasuk carbon capture, utilization and storage (CCUS) serta solusi gas alam,” ucapnya.
Dalam perencanaan jangka panjang, Pertamina mengalokasikan sebagian besar investasinya, sekitar 60 persen hingga 65 persen untuk pengembangan gas alam cair (LNG) di sektor hulu.
Selain itu, dalam mencapai target nol emisi karbon Pertamina juga mengalokasikan 15 persen dari CAPEX untuk mengembangkan bisnis nol karbon seperti panas bumi, energi surya dan angin.
“Tujuan utama kami adalah mencapai keamanan dan kemandirian energi. Penting untuk dicatat bahwa meskipun kami terus mengoperasikan aset minyak dan gas kami, namun kami melakukannya dengan lebih sadar terhadap lingkungan melalui operasional bisnis yang berkelanjutan,” ujar Nicke.
Pertamina telah memulai beberapa upaya dekarbonisasi untuk mengurangi emisi dari aset bisnis yang ada dan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 31 persen.
Berkat upaya tersebut, Pertamina berada di peringkat kedua secara global dalam sub-sektor minyak dan gas terintegrasi dalam hal kinerja ESG.
“Kami menganggap ini sebagai awal yang baru dan tetap berkomitmen untuk inisiatif lebih lanjut,” kata Nicke.
Dia menambahkan, gas tetap menjadi bahan bakar transisi yang penting dengan kapasitas energi yang andal. Oleh karena itu, Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan industri hulu gas, termasuk hidrogen biru, amonia biru, metanol, dan infrastruktur gas yang diperlukan di seluruh rantai nilai.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertamina kembangkan bisnis carbon capture dan gas alam cair
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan Pertamina akan mengubah tren investasi secara bertahap dari bisnis minyak (fuel) kepada bisnis carbon capture dan solusi gas alam.
Pengembangan bisnis Pertamina ini sejalan dengan pencapaian target pemerintah mengurangi emisi karbon guna mencapai nol emisi karbon pada 2060.
“Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan CO2 sebanyak 400 gigaton. Jadi, kami dapat mengembangkan sebuah pusat kawasan untuk CO2. Dan sangat penting bahwa mekanisme perdagangan karbon harus dibentuk agar CCUS menjadi lebih layak secara ekonomi,” ujar Nicke.
Menurut dia, negara-negara di dunia menghadapi masalah serius terkait perubahan iklim dan tujuan bersama mencapai emisi nol karbon. Oleh karena itu, semua negara dan perusahaan sedang berlomba menuju tujuan yang sama, yakni tercapainya emisi nol karbon.
Nicke menambahkan Pertamina telah menjalankan peta jalan transisi energi yang tepat dengan menjaga keseimbangan antara keandalan dan keamanan energi nasional sekaligus mengatasi masalah iklim.
“Menyadari adanya kontribusi bisnis yang mewariskan emisi karbon, kami mengembangkan bisnis karbon negatif, termasuk carbon capture, utilization and storage (CCUS) serta solusi gas alam,” ucapnya.
Dalam perencanaan jangka panjang, Pertamina mengalokasikan sebagian besar investasinya, sekitar 60 persen hingga 65 persen untuk pengembangan gas alam cair (LNG) di sektor hulu.
Selain itu, dalam mencapai target nol emisi karbon Pertamina juga mengalokasikan 15 persen dari CAPEX untuk mengembangkan bisnis nol karbon seperti panas bumi, energi surya dan angin.
“Tujuan utama kami adalah mencapai keamanan dan kemandirian energi. Penting untuk dicatat bahwa meskipun kami terus mengoperasikan aset minyak dan gas kami, namun kami melakukannya dengan lebih sadar terhadap lingkungan melalui operasional bisnis yang berkelanjutan,” ujar Nicke.
Pertamina telah memulai beberapa upaya dekarbonisasi untuk mengurangi emisi dari aset bisnis yang ada dan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 31 persen.
Berkat upaya tersebut, Pertamina berada di peringkat kedua secara global dalam sub-sektor minyak dan gas terintegrasi dalam hal kinerja ESG.
“Kami menganggap ini sebagai awal yang baru dan tetap berkomitmen untuk inisiatif lebih lanjut,” kata Nicke.
Dia menambahkan, gas tetap menjadi bahan bakar transisi yang penting dengan kapasitas energi yang andal. Oleh karena itu, Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan industri hulu gas, termasuk hidrogen biru, amonia biru, metanol, dan infrastruktur gas yang diperlukan di seluruh rantai nilai.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertamina kembangkan bisnis carbon capture dan gas alam cair