Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri RI Amrih Jinangkung mengatakan fatwa hukum Mahkamah Internasional (ICJ) terkait tindakan Israel di Palestina bisa menjadi panduan dalam pembahasan isu Palestina di forum PBB.
Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak ada sanksi dari fatwa ICJ, tetapi putusan tersebut berperan sebagai panduan atau guiding principles dalam pembahasan Majelis Umum PBB soal Palestina.
“Mahkamah berpendapat bahwa Israel melanggar hukum internasional. Jadi meskipun (sifatnya) advisory tetapi ada magnitude dari putusan ini yang akan menjadi bahan (pembahasan) tidak hanya bagi Majelis Umum, tetapi bagi banyak negara,” kata Amrih dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin.
“Apalagi, Mahkamah meminta negara-negara untuk tidak mendukung Israel dalam melanjutkan pelanggaran hukumnya, dan meminta negara-negara mendesak Israel untuk segera keluar dari wilayah Palestina,” ujarnya, menambahkan.
Menyusul fatwa ICJ tersebut, Amrih mengatakan Indonesia akan berkoordinasi dengan berbagai negara yang berpendapat sama mengenai isu Palestina dan mengajak masyarakat internasional untuk secara bersama-sama memikirkan tidak lanjut dari fatwa hukum tersebut.
“Tentu ini akan kita lakukan antara lain di (Markas Besar PBB) New York bagaimana agar Majelis Umum bisa memakai advisory opinion ini sebagai guiding principles dalam membahas isu Palestina,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Abdul Kadir Jailani menegaskan Indonesia akan terus mendorong PBB, terutama Dewan Keamanan, untuk memikirkan dan mempertimbangkan modalitas supaya Israel mundur dari wilayah pendudukan.
“Ini bukan langkah yang mudah. Kemlu bersama PTRI New York mengkaji secara mendalam dengan berkoordinasi bersama negara-negara lain untuk menentukan langkah lebih lanjut yang dapat diambil,” kata Kadir.
Selain menggunakan putusan ICJ sebagai dasar untuk menyerukan penghentian pendudukan ilegal Israel atas Palestina, Indonesia juga akan mendorong penyelesaian solusi dua negara dan pengakuan terhadap negara Palestina.
“Saya rasa ini yang paling penting untuk dilakukan karena kita melihat dengan dikeluarkannya fatwa ICJ ini menjadi momentum atau semakin menguatkan masyarakat internasional untuk memberi pengakuan terhadap negara Palestina,” ujar Kadir.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan akan menyerahkan opini hukum ICJ kepada Majelis Umum, yang telah meminta pendapat hukum tersebut sejak 2022.
"Keputusan ada di tangan Majelis Umum bagaimana akan menindaklanjuti masalah ini,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric pada 20 Juli lalu.
Guterres menegaskan kembali bahwa semua pihak harus terlibat kembali dalam jalur politik yang telah lama tertunda untuk mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan konflik sejalan dengan hukum internasional, resolusi PBB yang relevan, dan perjanjian bilateral.
Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah visi dua negara – Israel dan Negara Palestina yang sepenuhnya independen, demokratis, berdampingan, layak dan berdaulat – hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan dalam batas-batas yang aman dan diakui, berdasarkan perjanjian sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara, kata PBB.
ICJ dalam fatwanya menyatakan pendudukan Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu melanggar hukum dan harus segera diakhiri.
Pengadilan tertinggi PBB itu juga menyatakan bahwa Israel harus menghentikan aktivitas permukiman baru, dan mengevakuasi seluruh pemukim dari wilayah Palestina yang diduduki.
Majelis Umum telah mengadopsi resolusi yang meminta ICJ memberikan pendapat hukum mengenai konsekuensi hukum yang timbul dari pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak 1967, bagaimana kebijakan dan praktik Israel mempengaruhi status hukum pendudukan, dan apa dampak hukum yang timbul bagi seluruh negara bagian dan PBB dari status tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dirjen Kemlu: Fatwa ICJ jadi panduan pembahasan isu Palestina di PBB